Mereka berasal dari daerah yang berbeda dan cukup berjauhan. Si perempuan, Naisa, dari Surabaya. Sedangkan si laki-laki, Adlian, dari Ambon. Berdasarkan daerah asalnya, yaa sangat jelaslah perbedaan budaya yang dimiliki, pun sangat berbeda jauh. Budaya Jawa yang terkenal sangat lembut, sementara budaya timur yang terkenal sedikit lebih kasar.
Pertemuan mereka bermula ketika mereka sama-sama mengambil paket belajar bahasa Inggris di salah satu lembaga di kampung inggris Pare. Pun tergabung di kelas yang sama. Hampir setiap hari selama 2 bulan pertama
keduanya selalu dipertemukan di kelas yang sama, entah itu Kelas Grammar,
Speaking, Writing, Vocab dan kelas lainnya selalu sama. Selama
di kelas mereka dikenal sebagai 2 orang yang paling aktif namun banyak
sekali perbedaan pendapat diantara mereka sehingga seringkali mereka
berdebat saat di kelas. Mereka adalah 2 orang yang tidak pernah akur. Bahkan, setelah 2 bulan berlalu akhirnya mereka mendaftar program IELTS. Tanpa di duga mereka
kembali di pertmeukan di kelas yang sama untuk 2 bulan kedua. Jangan salah, permusuhan mereka tetap berlanjut.
Tidak banyak perbincangan khusus diantara mereka. Hingga suatu hari setelah program belajar mereka selesai. Program IELTS yang mereka ambil sudah berakhir. Masing-masing mereka harus pulang ke daerah masing-masing. Ketika itu Naisa pulang lebih dulu karena Surabaya termasuk dekat, hanya membutuhkan waktu sekitar 3 jam menggunakan jasa travel. Tentu saja, Naisa harus mempersiapkan semua berkas keperluan pedaftaran beasiswanya ke Singapura.
Menjelang sore hari sekitar 3 hari setelah kepulangan Naisa ke Surabaya, dia mendapatkan sebuah pesan singkat yang cukup membuatnya kaget. Mengejutkan memang. Namun, Naisa langsung memberitahukan isi pesan singkat itu ke orang tuanya. Orang tuanya memberi isyarat perizinan kepada Naisa. Naisa menurut saja apa kata orang tuanya.
2 Jam setelah pesan itu diterima Naisa. Tetiba Adlian sudah berada di depan rumah Naisa. Setelah dipersilahkan, Adlian masuk ke dalam rumah. Naisa dan orang tuanya menyambut kedatangan Adlian waktu itu. Tidak berlama-lama, setelah berbincang ringan selama beberapa saat Adlian menyampaikan maksud dan kedatangannya ke rumah Naisa. Ternyata. Adlian melamar Naisa untuk dijadikan istrinya. Waowww..
Akhirnya, Naisa menerima setelah mempertimbangkan dan istikharah selama 7 hari. Pun tidak ada masalah dari orang tua Naisa karena mereka termasuk orang-orang yang paham atas perkara pernikahan yang seharusnya menurut islam.Kisah ini terdengar seperti aksi nekat. Memang, tapi itulah perjuangan. Perjuangan yang berbuah manis.
Sebenarnya, diawal-awal Naisa penasaran atas alasan kedatangan Adlian.
Apa yang membuat Adlian simpati kepadanya, sebelum akhirnya Ia
memperoleh jawaban atas pertanyaannya itu. Pasalnya mereka tidak pernah akur di dalam kelas selalu saja ada hal-hal jail yang dilakukan oleh Adlian untuk mengerjainya.
Setelah ditelusuri, ternyata ada beberapa hal yang membuat Adlian simpati kepadanya. Diantaranya adalah 2 hal ini. Pertama, intensitas pertemuan yang sering yang membuatnya bisa mengenali prinsip yang dipegang oleh Naisa. Kedua, saat peresentasi di kelas yang terkadang lebih banyak menceritakan tentang latar belakang pribadi, mau tidak mau hal ini membuatnya mengenal lebih dalam lagi. Tanpa disadari ternyata saat-saat belajar atau presentasi di kelas speaking seolah menjadi ajang "unjuk diri" meski secara tidak langsung. Hingga tanpa diduga ada yang simpati dan langsung deh mengajukan lamaran.. Wkwkwk..
Nah, itu adalah salah satu cerita tentang seorang kawan jauh saya yang bertemu jodohnya di kampung Inggris. Niatnya mau dapet ilmu tau-tau dapat plus-plus alias dapat jodoh pula. Bermula dari kelas hingga berakhir di pelaminan. Cocoklah sudah bahwa Pare selain Kampung Inggris juga kampung jodoh.