Saya selalu tertarik untuk berhikmah dibalik sebuah kejadian yang pernah saya alami. Baik itu hal-hal yang terlihat sepele hingga hal yang benar-benar serius. Seperti dalam catatan singkat kali ini yaa. Nah, kita mulai yaaa.. Hehehe 😂..
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berada dalam "kondisi kritis". Bukan, bukan kritis dalam arti kondisi kesehatan. Tapi, berada pada semangat yang mengalami fluktuasi yang cukup signifikan yang akhirnya memberi efek pada rendahnya respon dalam aktifitas dan produktifitas. Secara pribadi, saya sadar dan tentu saja, menemukan trik untuk meng-upgrade kembali kondisi adalah hal yang pasti. Namun, menemukan penyebab hal itu yang kadang membuat saya berpikir lebih panjang.
Ada apa dengan diri saya? Perasaan bahwa hal yang saya lakukan saat ini belum ada apa-apanya dibanding dengan "orang lain" diluar sana yang saya tahu pasti track recornya seperti apa, perasaan seolah menjadi diri orang lain dengan pilihan yang sekarang, rasanya kehidupan ini sangat berbeda jauh, cukup sering menjadi "pencekik", yang sayangnya, terkadang jadi melemahkan.
Saya mencoba melihat ke dalam diri, apa sebenarnya yang salah dengan saya. Hingga akhirnya, sekali lagi, saya menemukan bahwa alasan utamanya adalah rasa Syukur yang masih kurang saya tinggikan dan rasa sabar yang masih kurang saya lapangkan. Astagfirullah hal adzim.. Lagi, saya memuncakkan target yang tinggi namun faktanya saya masih belum mau menaiki titian tangga-tangga proses dengan segenap asa dan perjuangan. Rasanya ingin meloncat agar sesegera mungkin ada di puncak. Sayangnya lagi, saya juga sadar bahwa sekalipun saya bisa menghasilkan lompatan yang tinggi pastilah saya membutuhkan persiapan yang matang di dasar.. Yaa Rabbi, saya terlalu beburu ingin segera menjadi seperti sang Jawara, hingga akhirnya yang ada hanyalah perasaan diri yang tidak berarti apa-apa. I'm nothing.
Untungnya, Allah segera memberikan 'clue' untuk kembali membarakan semangat dan menghidupkan rasa syukur itu lewat pesan singkat beberapa org kawan. Salah satunya yang isinya seperti ini "...Kak.. Kakak keren sekali, saya juga ingin jadi seperti kaka...". Saat membacanya, saya seolah kembali tercekik meskipun kali ini beda. Maa shaa Allah, ditengah kekalutan tentang kehidupan yang kita rasa tidak ada apa-apa dan serba kurang ini ternyata ada orang lain diluar sana yang menjadikan kita sebagai panutannya. Maka, kita tidak punya alasan lain untuk membiarkan hidup kita terlarut dalam "kekritisannya" itu. Kita harus bangkit. Buktikan bahwa memang benar, kisah hidup kita layak untuk dijadikan sebagai panutan oleh orang lain, dengan tetap melillaahkannya.
Memang itu hanyalah hal kecil. Hal kecil itu yang akhirmya menjadi titik balik baraan semangat untuk menuju puncak. Ini menjadi reminder bagi saya. Tinggikan syukur untuk lebih bahagia, lapangkan sabar untuk lebih tangguh. Banyak orang yang menginginkan hidup seperti kita, itu artinya orang lain tidak lebih baik dari kita. Pun, orang lain juga harus paham bahwa hidup orang lain tidak selalu lebih baik. Perbanyak syukur maka kamu akan lebih bahagia. Berbahagialah dengan terus mengusahakan yang terbaik. Kesuksesan menunggumu !. 💓
Sabtu, 05 Mei 2018
Pare, Kediri, Jawa Timur - Indonesia (07.51 WIB)
0 comments
It's nice to see you !