A Learner's Journal
  • HOME
  • GENERAL
  • REFLEKSI
  • CERITA SAYA
  • CATATAN
  • BICARA LINGKUNGAN
  • ABOUT ME

Tidak ada seorang pun yang benar-benar siap kehilangan. Kita boleh merencanakan banyak hal dalam hidup. Sebut saja pendidikan, karier, perjalanan, bahkan masa depan. Namun, kehilangan selalu datang sebagai sesuatu yang tak pernah masuk daftar rencana. Ia hadir diam-diam, mengetuk kesadaran kita dengan cara yang sering kali menyakitkan. Tak ada manusia yang menginginkan kehilangan orang-orang tercinta. Aku pun tidak. Namun hidup tidak selalu menunggu kesiapan kita.

Sejak lulus SMP, aku telah belajar hidup jauh dari keluarga. Merantau, bertumbuh sendiri, dan belajar berdiri di atas kaki sendiri di tempat yang tak pernah benar-benar bisa kusebut rumah. Dari kejauhan itu, aku banyak belajar tentang kemandirian, tentang ketahanan, tentang bagaimana menata hidup tanpa bergantung pada siapa pun. Tetapi jarak juga mengajarkanku pelajaran lain yang jauh lebih sunyi. Pelajaran bahwa kebersamaan adalah sesuatu yang rapuh, dan waktu bersama keluarga tidak pernah bisa dijamin.

Hidup berjauhan membuatku akrab dan harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Setiap kali berpamitan, aku selalu menyimpan satu kesadaran di sudut hatiku. Kesadaran bahwa bisa saja ini adalah pertemuan terakhir. Bukan karena aku ingin hidup dalam ketakutan, melainkan karena aku ingin menghormati setiap detik kebersamaan. Karena itulah, setiap kali kendaraan bergerak menjauh dari rumah, air mataku selalu tumpah. Tangis yang tak pernah kutunjukkan di hadapan mereka yang kutinggalkan. Tangis yang kugenggam sendirian agar kepergianku tak meninggalkan luka tambahan.

Ironisnya, semakin sering pergi, bukan berarti aku menjadi kebal. Justru sebaliknya. Rasa itu tetap sama. Perihnya tak berkurang. Setiap perpisahan selalu terasa seperti yang pertama.

Aku telah menerima banyak kabar duka dari kejauhan. Kakek dan Nenek berpulang satu per satu tanpa sempat kusaksikan pemakaman mereka. Ada yang bercanda menyebutku cucu durhaka. Cucu yang tak pernah hadir. Aku hanya tersenyum, karena aku tahu bahwa tidak semua ketidakhadiran lahir dari ketidakpedulian. Ada keadaan yang memaksa kita memilih, dan tak semua pilihan terasa adil.

Sejak saat itu, rasa takut kehilangan tinggal lebih lama dalam diriku. Setiap telepon di jam-jam tak wajar selalu membuat dadaku berdebar. Setiap pesan yang datang tiba-tiba membuat pikiranku berlari ke berbagai kemungkinan. Dari sanalah aku memahami satu hal dengan jujur. Memang tak diragukan lagi manusia tak pernah benar-benar siap kehilangan. Yang bisa kita lakukan hanyalah belajar menerima, pelan-pelan, dengan hati yang terus dilatih.

Pulang sebagai Sebuah Kesadaran

Di usia yang semakin dewasa, aku mulai mempertanyakan banyak hal. Untuk apa sebenarnya semua perjalanan jauh ini? Untuk siapa semua pencapaian itu? Di titik itulah aku sampai pada satu kerinduan untuk selalu "pulang". Bukan hanya pulang secara fisik, tetapi pulang dengan kesadaran penuh. Hadir, menyimak, dan membersamai.

Resolusi 2025 lahir dari sana. Aku ingin meluangkan lebih banyak waktu untuk keluarga. Aku ingin mendekat, bukan lagi sekadar menanyakan kabar lewat telepon. Bahkan, aku menolak tawaran pekerjaan yang mengharuskanku kembali pergi jauh. Aku memilih bertahan di Kota Palu. Meski sebenarnya masih cukup jauh dari rumah. Tetapi inilah pilihan terbaik saat ini. Pilihan yang mungkin terlihat biasa bagi orang lain, tetapi bagiku sarat makna. Untuk pertama kalinya, aku memilih kedekatan daripada ambisi.

Aku percaya, niat baik tidak pernah sia-sia. Dan Tuhan, dengan cara-Nya menjawab niat itu, ingin pulang membersamai keluarga, meski melalui jalan yang tak pernah kubayangkan.

Telepon itu datang di jam yang sunyi. Suara adikku terdengar memintaku pulang. Awalnya terdengar tenang, lalu pecah oleh tangis. Mama memintaku pulang. Kondisinya tidak sedang baik-baik saja.

Di saat itu, aku tahu bahwa ini adalah panggilan pulang yang tak bisa kutolak.

Hari-hari yang Menguji

Perjalanan pulang terasa panjang. Rumah dipenuhi orang. Aku memeluk Bapak, dan untuk pertama kalinya, aku membiarkan diriku menangis di hadapan orang lain. Aku lalu menemui Mama yang sedang terbaring karena sakit keras.

Hari-hari berikutnya adalah rangkaian keputusan berat, perjalanan panjang, dan rasa lelah yang sering kali melampaui batas fisik. Ada masa ketika aku benar-benar kehabisan tenaga dan harapan. Ada momen ketika doa yang keluar dari bibirku bukan lagi permintaan, melainkan kepasrahan “Tuhan, apapun takdir-Mu, aku ikhlas.”

Namun justru di titik paling pasrah itu, aku belajar bahwa harapan memiliki banyak wajah. Ia tidak selalu datang sebagai keajaiban besar. Kadang ia hadir sebagai keputusan kecil untuk mencoba sekali lagi. Berusaha lagi berobat ke dokter yang lain. Menemukan obat lainnya yang  cocok. 

Aku menyaksikan sendiri bagaimana Mama perlahan membaik. Tidak instan. Tidak sempurna. Tapi cukup untuk menyalakan harapan.

Bentuk cinta yang paling hening

Aku mengambil alih semua urusan domestik di rumah. Mencuci pakaian, memasak, membersihkan rumah. Aktivitas yang dulu tak pernah kupikirkan sebagai sesuatu yang istimewa. Kini, semua itu menjadi ruang kontemplasi. Di sana aku belajar bahwa merawat bukan sekadar tugas, melainkan bentuk cinta yang paling hening dan tulus.

Aku harus resign dari perkerjaan. Banyak rencana pribadi kubatalkan. Bukan karena aku menyerah pada hidup, tetapi karena aku memilih untuk hadir sepenuhnya di fase ini. 

Lelah? Iya, sangat melelahkan. Namun, justru aku merasa pulang pada diriku sendiri.

Waktu yang Mengubah Cara Pandang

Empat bulan kuhabiskan di rumah. Waktu ini adalah waktu terlama yang pernah kumiliki dalam hampir sepuluh tahun terakhir. Aku menyaksikan dinamika keluarga secara lebih dekat. Aku jadi memahami bahwa keadaan "rumah" tidak selalu stabil, namun selalu menyediakan ruang untuk kembali. Aku belajar bahwa kebersamaan tidak harus sempurna untuk menjadi bermakna.

Kini, aku melihat hidup dengan cara yang berbeda. 

Kehilangan masih menakutkan, tetapi ia tak lagi hanya soal ketakutan. Ia juga tentang kesadaran. Tentang menghargai pertemuan, sekecil apa pun. Tentang hadir sepenuh hati selagi waktu masih diberikan.

Optimisme yang kupelajari bukanlah keyakinan bahwa hidup akan selalu mudah. Melainkan kepercayaan bahwa apa pun yang terjadi, kita akan mampu menjalaninya selama kita mau mencintai dengan sadar dan hadir dengan utuh.

Semoga Allah panjangkan umur kita semua.

Dan semoga kita selalu diberi cukup waktu untuk benar-benar hadir bagi mereka yang kita cintai.

-----

Palu, 28 Desember 2025 (Pukul 04.03 WITA)

Ditulis karna ga bisa tidur setelah minum a cup of Kopi Susu Gula Aren dari Sepertiga by BRKH - Kopinya diminum pukul 23.00s.

Keberanian bukanlah tentang menghilangkan rasa takut. Tapi keberanian adalah ketika kita tetap melangkah, meski hati penuh keraguan, meski setiap kemungkinan tampak tak menentu. Ketakutan bukan musuh, melainkan teman seperjalanan yang diam-diam mengingatkan bahwa langkah ini penting.

Bahwa cahaya yang kita cari kadang tidak datang dari luar, tetapi dari keyakinan kecil yang tumbuh perlahan dalam diri: bahwa tidak apa-apa jika kita belum tahu hasil akhirnya — yang penting kita tetap bergerak.

Hidup tidak meminta kita untuk selalu yakin, tapi untuk selalu jujur — pada diri sendiri, pada jalan yang kita pilih, dan pada proses yang harus kita lewati. Bahkan, ketika kita memilih untuk terus melangkah meski tidak ada tepuk tangan, itulah saat kita benar-benar tumbuh.

Pertemuanmu dengannya di jalan waktu itu, bukanlah kesalahan. Waktu pertemuannya saja yang kurang tepat.


Karena dalam perjalanan;

 Di tengah jalan, kamu tak perlu (selalu)sibuk menunggu. Karena, ada kalanya dia yang selama ini kamu tunggu mungkin memang tak ingin ditunggu (lagi). Kamu saja yang tidak menyadarinya.


Atau, dia terlanjur lupa kalau di ujung sana ada kamu yang dengan sabar menunggu.

Atau, dia telah berbalik arah karena menyadari bahwa menemuimu di persinggahan itu bukanlah pilihan terbaik.

Silahkan terus berjalan agar kamu segera sampai pada tujuanmu. 

Jangan sampai kamu kecewa menunggu terlalu lama tanpa berujung pertemuan.

Hati-hati di jalan!

Mungkin kalian akan bertemu di tujuan, lalu saling menyapa "bagaimana perjalananmu?"

Dear kamu; siapapun, yang mungkin sedang menunggu tanpa aba-aba :)


Mimpi akan membawa kita terbang melintasi benua. Meninggalkan segala kenyamanan diri dan memilih tinggal nan jauh dari rumah. Aku sempat berpikir bahwa ini adalah perihal ilmu yang sifatnya dunia. Ternyata, semua melebihi apa yang kubayangkan. Banyak hal yang benar-benar mengantarkanku pada perenungan panjang akan arti ujian yang sebenarnya. Hal yang mengantarkanku pada pemaknaan syukur yang sebenarnya. Rasa ke-hamba-an yang semakin menguat.

Saat selama ini kita terus mengeluh karena kepanasan (yang padahal panasnya tidak seberapa) ternyata jika dibandingnkan dengan orang-orang disini, mereka sangat mengaharapkan kehadiran matahari yang selalu kita kecam itu. Tentang dingin yang masih bisa kita atasi hanya dengan menyematkan selimut yang tebalnya tidak seberapa. Lantas kita masih mengutuk. Sementara di belahan bumi lainnya ada yang harus menggunakan jaket tebal berlapis-lapis dan heater sepanjang hari demi mendapatkan kehangatan.

Saat kita mengeluh karena waktu buka puasa yang seharusnya jam 6 sore menjadi jam 6.15, sementara dibelahan bumi yang lainnya ada yang bahkan berpuasa hingga 20 jam, sedangkan kita hanya sekitar 15 jam masih mengeluh? 

Harusnya kita bersyukur atas nikmat hutan yang kita miliki, yang mampu bertahan sepanjang tahun, tumbuh subur, dan memberi manfaat bagi kita. Sementara di belahan bumi yang lain, orang berpikir keras bagaimana cara agar tanaman tetap bertahan bahkan di musim dingin yang mematikan berbagai macam tanaman-tanaman. Hanya beberapa yang mampu bertahan dengan suhu bumi yang ekstrim.

Kita mungkin belum paham bahwa di beberapa negara jumlah polusi karbondioksida di udara meningkat di sekitar September hingga Januari karena tanaman sekarat, menggugurkan daunnya dan tidak terjadi fotosintesis yang sangat berfungsi dalam menyerap karbon dioksida..

Mungkin, ketika di rumah kita sering mengeluh tentang berbagai macam masakan lezat Ibu karena kita tidak menyukai rasanya. Sementara di waktu yang sama, ada yang belum bisa makan seenak itu karena kemampuan masak yang seadanya , beli makanan enak pun belum tentu bisa karena akses makanan enak yang halal yang sulit..

Mungkin kita ngeluh ketika mungkin saat kita sakit, ibu atau bapak kita terus-terusan nanyain kita mau makan apa? dan tak hentinya menyuruh kita mengkonsumsi obat yang sudah mereka siapkan.. Tapi kita merasa risih dengan semua itu bahkan sampai menolak dengan cara kasar.. Di sini, hal itu adalah hal yang sangat dirindukan...

Iya. Ini bukan sekedar perjalanan.. still long way to go...

Kenapa kita masih kurang bersyukur? Mungkin kita butuh menyeberang benua, agar syukurnya makin bertambah.

---------------------------------------------------------------------
(Tulisan yang mendekam 4 tahun dalam draft) - tulisan versi pertama tanpa editing
Newer Posts Older Posts Home

WELCOME ABOARD!

I could look back at my life and get a good story out of it. It's a picture of somebody trying to figure things out.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Teman Seperjalanan
    Keberanian bukanlah tentang menghilangkan rasa takut. Tapi keberanian adalah ketika kita tetap melangkah, meski hati penuh keraguan, meski s...
  • LAGU DAERAH TOLITOLI DAN ARTINYA - Makalrambot Lipu (Teringat Kampung Halaman)
    Lagu-lagu daerah Tolitoli cukup banyak yang menceritakan kerinduan seorang perantau terhadap kampung halamannya, termasuk lagu Makalrambot L...
  • Belajar Pulang
    Tidak ada seorang pun yang benar-benar siap kehilangan. Kita boleh merencanakan banyak hal dalam hidup. Sebut saja pendidikan, karier, perja...
  • LAGU DAERAH TOLITOLI DAN ARTINYA - Lutungan (Patriot Baolan)
    Nah, lagu ini adalah salah satu lagu fenomenal kota Tolitoli karena sering dinyanyikan dalam acara-acara kedaerahan, pun sering juga diperke...
  • LAGU DAERAH TOLITOLI DAN ARTINYA - Tinga Kinaaku (Suara hatiku)
    Naah, ini adalah salah satu lagu yang sangat terkenal juga di Tolitoli. Judulnya adalah " Tinga Kinaaku" , atau bisa diartikan seb...
  • Tak ingin ditunggu (lagi)
    Pertemuanmu dengannya di jalan waktu itu, bukanlah kesalahan. Waktu pertemuannya saja yang kurang tepat. Karena dalam perjalanan;  Di tengah...
  • Kata Kerja Transitif dan Intransitif, Apa Bedanya ?
    Materi Grammar atau aturan penulisan adalah salah satu materi utama dalam belajar bahasa Inggris. Materi verb atau kata kerja pada bagian...
  • Mungkin kita perlu menyeberang benua..
    Mimpi akan membawa kita terbang melintasi benua. Meninggalkan segala kenyamanan diri dan memilih tinggal nan jauh dari rumah. Aku sempat ber...
  • Sebenarnya, Apa Alasan Kita Memilih Menjadi Relawan ?
    Menjadi Relawan atau Volunteer adalah sebuah pilihan. Pilihan bagi orang-orang terpilih. Pilihan bagi orang yang mau dan memberanikan...
  • 8 Alasan Kenapa Kamu Harus Ikut Event
    Rukmana (Delegasi Sulawesi Tengah) di  Indonesian Culture and Nationalism 2015 - Galeri Nasional Indonesia - Jakarta Pemuda dan mah...

Categories

Beasiswa 6 Catatan 38 Cerita Saya 38 English Article 2 Kampung Inggris Pare 15 Pojok Umum 33 Refleksi 23 Tentang Toli-toli 8

Blog Archive

  • ▼  2025 (4)
    • ▼  December (1)
      • Belajar Pulang
    • ►  May (2)
      • Teman Seperjalanan
      • Tak ingin ditunggu (lagi)
    • ►  April (1)
      • Mungkin kita perlu menyeberang benua..
  • ►  2024 (3)
    • ►  May (3)
  • ►  2023 (1)
    • ►  August (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2021 (13)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (7)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2020 (7)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2019 (11)
    • ►  December (2)
    • ►  October (5)
    • ►  September (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2018 (31)
    • ►  December (3)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (4)
    • ►  July (4)
    • ►  May (4)
    • ►  April (1)
    • ►  March (6)
    • ►  February (2)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (31)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (4)
    • ►  July (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (4)
    • ►  March (6)
  • ►  2016 (16)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (4)
  • ►  2015 (24)
    • ►  December (2)
    • ►  October (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (10)
    • ►  June (3)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  August (1)

Total Pageviews

Contact Form

Name

Email *

Message *

Featured Post

Memaafkan atau dimaafkan bukanlah perihal mana yang lebih baik. Keduanya adalah dua hal yang sama-sama membutuhkan keikhlasan. Kita dilatih ...

rukmana.rs

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates