Rindu Rumah

Wajah memerah, mata  menatap ke langit-langit kosong, berusaha membendung sekumpulan butiran bening yang membanjiri hingga kadang membuat sang pandang menjadi kabur. Kedua bibir ku gigit keras, sederhana, hanya agar tak ada air mata yang tumpah. Kupaksa bibir melengkungkan senyum simetris yang tidak begitu alami. Sebenarnya, saya gak pernah tahu apa penyebabnya, tapi sedikitnya bisa ku tebak. Pesan-pesan yang bunyinya senada yang seringkali datang, Kapan pulang?, pesan dan syair-syair kerinduan yang ku terima, mungkin berhasil mengasah kerinduan hingga semakin tajam saja rindu itu. Yaa, mungkin saya begitu rindu. 

Inilah yang terjadi, bukan sekali namun ini adalah yang kesekian kalinya. Tanpa mikir saya ada dimana, entah di dalam kelas, di keramaian, ataupun sedang apa termasuk saat sedang ngisi kelas, ada-ada saja hal yang tetiba membuat suasana hati, seketika, berubah. Seolah suasana  tetiba menjadi hal yang begitu menyakiti hingga rasanya pengen nangis sejadi-jadinya, serasa butuh sandaran, kadang-kadang. Ya, terkadang. 

Saya benci membahas rindu sebenarnya. Bahasan tentang rindu yang belum bisa diurai hanya akan menjadi pengecut hati. Kecut, masam, gak enak. Terlebuh saat menyadari bahwa masih panjang waktu yang harus dilalui untuk menempuh apa yang sedang menjadi tujuan saat ini, sebelum akhirnya harus pulang ke tujuan akhir, Rumah. Dan, di dalam setiap kisah dalam rentang waktu itulah, rindu itu semakin menyiksa.

Karena se setrong apapun seseorang, tetap saja yang namanya rindu itu tetap bisa saja menyergap, namanya juga manusia. Bagi seorang “saya” yang gak se-setrong yang dibayangkan banyak orang ini, menangis adalah hal yang sering menjadi pilihan karena setelah itulah saya akan merasa kembali siap untuk menghadapi apapun yang akan saya hadapi, seolah ada energi baru. Menangis tanda manja 😎 ? Gak juga😉. Nangis artinya ada hal yang sudah kita sadari dan ketika itulah kita paham bahwa kita harus berhenti menangis. Yaa paling nggak dengan nangis lebih membuat air mata kita lebih bermanfaat. Hitung-hitung negbersihin mata juga dari butiran debu yang mungkin nyangkut ketika beraktifitas di luar 😁😂.

Pasti. Alasan kita ada di jalan ini adalah karena kita harus mengumpul bekal sebanyak-banyaknya untuk kecukupan di tempat tujuan akhir kita, demi kesejahteraan dan kelayakan hidup kelak. Seperti yang dituliskan oleh Fiersa Besari dalam bukunya yang berjudul “Arah Langkah” bahwa Sejauh apapun kita berjalan tujuan akhir kita adalah rumah. Ya, artinya kita harus pulang, ke rumah. Tujuan akhir kita adalah rumah beserta segala yang ada di dalamnya.

Pada akhirnya, sekali lagi, saya pengen bilang bahwa segala hal yang menuntut kita untuk berselimut lelah saat ini hanyalah karena kita harus pulang. Ya, pulang ke rumah, entah itu rumah singgah, Dunia, maupun rumah sebenarnya, Akhirat. Maka, tetaplah berbingkai kesabaran. Tangguhlah dalam setiap tantangan. Semailah rindu agar kita mampu merasakan nikmatnya bersua, saat kembali ke rumah.

Sungguh! Saya sungguh-sungguh ingin nangis sejadi-jadinya, saat ini. Sungguh! Saya benar-benar rindu. Rindu Rumah 💕.

0 comments

It's nice to see you !