Tidak ada keraguan bahwa orang-orang yang mengaku atau dicap cerdas banyak bertebaran di penjuru bumi ini, meski tidak lagi kecerdasan (kebanyakan mereka) itu benar-benar menuntun pada pemenuhan atas hak penghambaan yang sesungguhnya pada Tuhan mereka, sang Ilahi Rabbi.
Banyak paham-paham baru, buah kecerdasan mereka itu, lahir dan menjamur yang akhirnya adalah semakin menjauhnya pedoman hidup dari syariat islam. Otak mereka terlampau cerdas hingga dengan mudahnya menyerukan dalih penentangan terhadap syariat, lebih menuhankan logika, mengandalkan perasaan, mengutamakan komentar orang lain dan mengejar kenikmatan (dunia).
Ya, memang bahwa sebuah keniscayaan di bumi persinggahan adalah fase pergantian, yang semuanya butuh piranti yang harus dipersiapkan, tanpa piranti tsb adalah masalah yang akan didapatkan, layaknya lilin sebelum siang berganti malam, payung sebelum cerah berganti hujan, makanan sebelum kenyang berganti lapar, kesabaran sebelum kebahagiaan berganti kesedihan, dan yang paling utama adalah amalan sholeh sebelum hidup berganti mati. .
Sayangnya, orang-orang cerdas hari ini, banyak yang akhirnya lupa atau pura-pura lupa (entahlah) bahwa ada kematian setelah kehidupan hari ini, pun ada Neraka menyanding Surga.
Semoga mereka menyadari bahwa cerdas itu haruslah imbang, CERDAS ILMU DUNIA DAN (JUGA) AKHIRAT.
Bagaimana dengan kita?
Jangan-jangan kita termasuk dalam kelompok orang-orang tersebut?
Sudahkah kecerdasan mendekatkan kita dengan Tuhan?
Atau malah semakin menjauhkan kita dari Tuhan karena berbagai aturan dari Allah yang tidak selaras dengan logika kita?
Semoga kita tergolong sebagai orang-orang yang amanah dengan titipan karunia kecerdasan untuk selalu diarahkan ke segala hal, yang tidak hanya baik dimata manusia tapi juga dicintai Allah.
Banyak paham-paham baru, buah kecerdasan mereka itu, lahir dan menjamur yang akhirnya adalah semakin menjauhnya pedoman hidup dari syariat islam. Otak mereka terlampau cerdas hingga dengan mudahnya menyerukan dalih penentangan terhadap syariat, lebih menuhankan logika, mengandalkan perasaan, mengutamakan komentar orang lain dan mengejar kenikmatan (dunia).
Ya, memang bahwa sebuah keniscayaan di bumi persinggahan adalah fase pergantian, yang semuanya butuh piranti yang harus dipersiapkan, tanpa piranti tsb adalah masalah yang akan didapatkan, layaknya lilin sebelum siang berganti malam, payung sebelum cerah berganti hujan, makanan sebelum kenyang berganti lapar, kesabaran sebelum kebahagiaan berganti kesedihan, dan yang paling utama adalah amalan sholeh sebelum hidup berganti mati. .
Sayangnya, orang-orang cerdas hari ini, banyak yang akhirnya lupa atau pura-pura lupa (entahlah) bahwa ada kematian setelah kehidupan hari ini, pun ada Neraka menyanding Surga.
Semoga mereka menyadari bahwa cerdas itu haruslah imbang, CERDAS ILMU DUNIA DAN (JUGA) AKHIRAT.
Bagaimana dengan kita?
Jangan-jangan kita termasuk dalam kelompok orang-orang tersebut?
Sudahkah kecerdasan mendekatkan kita dengan Tuhan?
Atau malah semakin menjauhkan kita dari Tuhan karena berbagai aturan dari Allah yang tidak selaras dengan logika kita?
Semoga kita tergolong sebagai orang-orang yang amanah dengan titipan karunia kecerdasan untuk selalu diarahkan ke segala hal, yang tidak hanya baik dimata manusia tapi juga dicintai Allah.