SHARING AWARDEE : Persiapan Seleksi Wawancara LPDP bersama Kak RH. Andriansyah #2
Selamat kembali membaca dan menyimak...
Question : Q9 – Q19
*****
Q9 : Pertanyaan iseng (bisa dijawab bisa juga tidak). PK-142 2018 kabarnya
paling heboh karena satu kelompok dengan Maudy Ayunda, apakah ada peluang berkolaborasi di masa depan?
Kita di PK-142 kadang
merasa hanya remah-remah terasi kalau sudah disebut-sebut nama Maudy, hehehe..
tapi memang wajar, that’s how it goes ya haha... Peluang kolaborasi sangat terbuka, dia orang yang open, justru sepanjang
PK dia merasa tidak nyaman kalau mendapat perlakuan berbeda atau terlalu sering
disebut-sebut. Selama PK kita juga tidak memberikan privilege tertentu buat dia.
Tapi kalo gojlok2an pasti lah, jadi bahan gojlokan nomer 1. As you know, dia
ambil MBA dan banyak teman2 PK142 yang juga MBA. Sejauh ini dia juga masih stay
di group WA & milis PK-142. Jadi
ya peluang kolaborasi di bidang lain juga sangat terbuka. Hanya aku belum yakin
gimana kolaborasinya dia di bidang manajemen dakwah wkwkwk.
Q10 : Tambahan, Point yang perlu digarisbawahi jika kita semua di sini diterima sebagai awardee
(aamiiinn) adalah sangat memungkinkan untuk collab sesama awardee untuk membuat
kontribusi pembangunan, ya Mas?
Yaa, saangat mungkin.... waktu PK ku, salah satu sesi materi adalah menghadirkan 3 co-founders startup Berbagi Listrik, yang
tiga-tiganya
adalah awardee semua. Ada yang bagian produknya dari tekkim, ada yang bisnisnya dari manajemen
& commerce dan ada yang keuangan dari finance. Mereka collab bikin
startup Berbagi Listrik. Sampai
sekarang sudah menerangi ratusan desa terpencil di seluruh Indonesia.
Q11 : Saat wawancara kan ada 3 interviewer (akademik, psikolog,
nasionalis(?)). Berdasarkan pengetahuan atau dugaan kaka selama diinterview,
apakah interviewer akademik spesifik dari jurusan kakak/mengerti ttg jurusan
kakak secara mendalam atau tidak?
Interviewer tidak ada
yang spesifik jurusan saya karena kebetulan jurusan saya terbilang ‘langka’,
tidak populer dan cenderung ‘kurang laku’. Hehe.. kalo teman-teman saya yang
lain banyak yang dapat interviewernya dari jurusan yang sama. Selain itu,
interview dibagi bidang fokusnya, ada yang mendalami tentang profesi dosen, ada
yang mendalami tentang rencana studi dan anti-separatisme/radikalisme (sepertinya
dari BIN).
Q12 : Tambahan, Maaf kak untuk kalimat terakhir, “ada yg mendalami ttg
profesi dosen, rencana studi dan.....” saya agak gangerti. Rencana studi disini
maksudnya essay rencana studi? Kalau itu bukannya memang pasti ditanyakan? “Ada yg mendalami tentang profesi dosen....”, ini saya asumsikan maksud kk background si interviewer, tapi ga ngerti hubungannya sama “ada yg mendalami rencana studi” ?
Ya, emang pasti ditanyakan, tapi biasanya ga 3 orang tanya bersama-sama di semua topik, jadi ada pembagian tugas di antara mereka, siapa yang
mendalami topik A, B, C.. Gitu
maksudnya. Interviewer dibagi bidang fokusnya.
Q13 : Bolehkah saat interview menjawab rencana studi dan planning pasca
studi berbeda dengan essay yang di submit? Misal saya di essay tujuan saya
adalah menjadi konsultan di pengambilan keputusan pemerintah mengenai kesehatan
anak, tapi saat wawancara saya bilang ingin mengembangkan sistem diagnostik
kesehatan anak berdasarkan artificial inteligence? Apakah tidak masalah berbeda
dengan essay?
Idealnya tetap sejalan
ya antara essay yang didaftarkan dengan wawancara, karena itu menunjukkan
kesiapan dari awal mendaftar LPDP. Jikapun harus berubah, mungkin bisa
dijelaskan apa signifikansinya perubahan tersebut.
Tapi... Saya melihat dari contoh yang mbak sebutkan di atas, itu bukan
pergeseran yang signifikan, keduanya bukan bertentangan, justru bisa saling
melengkapi. Bisa kok itu dirangkai agar tujuan pertama dengan yang kedua tersebut bisa
saling menyempurnakan.
Q14: Bagaimana cara nya menjelaskan bidang saya apabila juri bukan dari
bidang saya? Tahun lalu saya merasa bahwa juri salah paham dengan tujuan studi
saya karena mereka berpikir kalo spesialis kedokteran dan s2 adalah 2 hal yang
sama ?
Reviewer salah paham
bisa jadi (kemungkinan 1) karena memang
bahasa/penjelasan kita yang sulit dipahami. Pertanyaannya, siapa yang paling
paham cara menjelaskan bidang kita yang tidak umum kepada orang lain? Ya kita
sendiri. Kalau kita sendiri tidak bisa menjelaskan profesi kita, siapa yang
bisa? Hehehe... mumpung masih ada waktu, anda coba cari cara menjelaskan
yang sederhana, gunakan contoh-contoh masalah riil di lapangan yang bisa
dipahami orang awam.
Silakan diujicobakan
kepada teman sesama CA atau yang lain, bisa paham tidak dengan penjelasan
tersebut. (kemungkinan 2) mereka sebenarnya paham (they’re smart people, btw)
tapi mereka ngeyel untuk mengetes sejauh apa kita bisa mempertahankan posisi
kita.
Ini yang saya alami di interview saya.
Kebetulan reviewernya
adalah psikolog, dan saya mengambil organizational behavior yang bidangnya itu
dekat ke psikologi organisasi. Beliau menyarankan saya ke Mesir atau Turki, saya tidak mau karena
memang bidangnya beda. Mesir & Turki (serta negara2 Islam pada umumnya)
maju dalam topic-topik seperti islamic studies. Tapi dalam topik psikologi organisasi,
psikologi agama, justru kampus-kampus umum yang lebih maju, termasuk Cornell. Mereka punya labnya, mereka
punya professor di bidang itu, dsb.
Reviewernya masih
ngotot, bahwa psikologi agama & organisasi itu kan hanya MK, berapa SKS
sih? apa tidak bisa dipelajari di yang lain? Saya ya tetep ngotot juga (tapi
tetap dengan menjaga intonasi suara tidak meninggi dan sikap sopan), bahwa ini
bukan MK, ini research field, jadi tidak hanya 1 MK melainkan interdiscipline
research. Sampai akhir beliau masih tetap dengan wajah juteknya, beralih ke
pertanyaan lain.
Reaksi beliau ini
membuat saya sempat putus asa setelah interview selesai, merasa seharusnya
tidak boleh ngotot, dsb. Tapi eh, ga menyangka ternyata saya tetep lolos
seleksi substansi.
Kuncinya, kalau menghadapi kemungkinan kedua ini, jangan mudah menyerah
hanya karena khawatir dianggap ngotot. Kadang ngotot itu penting, khususnya
kalo kita paham betul apa yang kita inginkan dan kita tahu,
we’re on the right track. Kasih contoh-contohnya, kasih gambaran model kuliah dan profesinya. Apapun yang bisa
menunjukkan bahwa we know it really well and we’re ready for it.
Oiya, ada yang menarik juga sih, ini saya share berdasarkan pengalaman
saya dan apa yang saya pahami dari pengalaman tersebut ya... terkait dengan “reviewer
salah memahami”. Kasus saya ini saya bandingkan antara pengalaman 2017 dengan 2018.
saya memang merasa reviewer ada kesalahan asumsi, yakni spesifiknya adalah:
Setiap CA untuk doktoral harusnya sudah mengontak dosen di kampus tujuan untuk
menjadi calon supervisornya. Reviewer
yang saya hadapi pada 2017 memiliki pandangan tersebut dan menanyakan terus
menerus apakah saya sudah menghubungi pihak sana. Masalahnya, tidak semua kampus menerapkan demikian, khususnya kebanyakan
kampus di USA. Malah sebagian kampus yang saya hubungi, baik secara langsung di pameran
pendidikan maupun melalui email admisi, secara eksplisit menyatakan jangan
menghubungi dosen langsung karena percuma juga tidak akan digubris secara
dosen2 kami menerima ratusan email setiap hari dan permintaan anda bukan ranah
wewenang dosen ybs. Ketika jawaban ini saya sampaikan kepada reviewer, mereka tidak percaya
dan tidak bisa menerima jawaban tersebut (at least ini yang saya lihat dari ekspresi mereka dan sikap
mereka hingga akhir sesi interview).
Lalu bagaimana di tahun 2018? saya tahu bahwa saya tidak bisa mengubah
pandangan reviewer2 tersebut diatas. Mungkin
pengalaman mereka dulu kuliah S3 di luar juga harus cari supervisor dulu. Bahkan, atasan saya di kampus juga kasih masukan yang sama. Jadi yang saya lakukan adalah: tetap mengikuti saran orang2 tersebut,
dengan menghubungi pihak dosen & admisi kampus tujuan H-1 interview
(meskipun saya tahu saya tidak akan, dan sampai sekarang juga tidak dapat
jawaban dari dosen tsb). tapi setidaknya saya dapat jawaban dari admisinya idem
diatas, dan saya bisa bilang bahwa saya sudah kontak2 profesor disana yang
sejalan dengan riset saya, tapi belum dapat jawaban. Well, in the end of the day, meskipun belum dapat jawaban yaa.. ini
diulang2 oleh reviewer, tapi jawaban itu menghasilkan reaksi yang lebih baik
daripada interview saya pada tahun 2017 jadi yang saya lakukan. Lagi-lagi, ini bukan
win-win solution saat interview, melainkan membuat strategi agar saat interview
saya bisa jujur menyampaikan segala effort saya hingga tiba pada titik ini.
Q15 : Bagaimana persiapan Mas Andriansyah dalam menghadapi pertanyaan
pertanyaan yang bener-bener unexpected di tahapan interview ini ? Strategi apa yang Mas
persiapkan ?
Honestly, untuk interview kemarin saya hampir tidak
menjumpai pertanyaan yang unexpected. Seperti saya singgung di atas, saya sudah
membuat list hingga 50 lebih pertanyaan yang mungkin diajukan oleh penanya dan
memang realisasi yang ditanyakan tidak ada yang keluar dari 50 poin tersebut.
Malah banyak yg di list saya tidak muncul di interview.
Kalaupun ada yang
dibilang sedikit unexpected
itu terkait yang gerakan islam fundamental tadi, saya ditanya tentang ritual tertentu di dalam pesantren Al
Zaytun dan nama-nama sebagian pengurusnya. Lah saya tidak tahu sampai sejauh
itu, jadi ya jawaban saya jujur saja,
saya tidak tahu sedetail itu dalam-dalamnya Al Zaytun. Tapi secara umum, dalam pandangan saya harusnya semua
Pesantren sudah masuk dalam radar dan binaan Kementerian Agama. Adanya izin
mendirikan pesantren harusnya sudah sepemantauan kementerian agama. Jadi kalau
ingin mendalami ada masalah atau tidak di dalamnya, mungkin pertama perlu verifikasi ke pihak terkait dari departemen
pembinaan pesantren di kementerian agama.
Dengan jawaban tsb
bapaknya tidak lagi mengejar lebih detail tentang Al Zaytun, tapi beralih ke detail-detail gerakan N-11. Yaa, saya tetap pake pola yang sama, sejauh
saya paham yang ditanyakan, saya jawab seoptimal mungkin, kalau sudah mentok
tidak tahu, saya berikan jawaban secara global, lalu lebih detail terkait itu ,
“mohon maaf saya belum menelusuri lebih jauh lagi”.
Q16 : Dan bagaimana kiat kiat yang wise dalam mempertahankan
prinsip/pendapat pribadi kita, agar hasilnya tetap bisa win win solution (dalam
artian tidak menjadi boomerang bagi kita calon awardee) ?
Mungkin, tiap awardee
punya prinsip yang berbeda-beda ya. Kebetulan saya berprinsip dalam interview ini bukan momen
win win solution sebagaimana FGD. Ini momen mereka ingin tahu what
kind of people we are.
Apakah kita
betul-betul niat dan well prepared untuk studi lanjut, apakah kita investasi
yang menguntungkan bagi negara, dan semacamnya. Maka menurut saya “firm to our ground is critical”,
makanya saya bela-belain agak eyel2an sama reviewernya terkait pilihan kampus dan prodi
hehehe.
Intinya,
yang saya pegang adalah saya datang dengan rencana yang memang sudah saya
pikirkan dan saya pertimbangkan masak-masak. Butuh lebih dari sekedar interview ini untuk mengubah rencana tersebut
secara drastis. Tinggal bagaimana saya menjelaskan prospektus rencana saya ini
serta apa nilai manfaatnya bagi Indonesia. Yang
penting dalam
proses komunikasi saya tetap menjunjung tinggi etika dan kesopanan, baik verbal
maupun non verbal,
that’s it.
Q17: Kontribusi bagi negara yang diharapkan oleh LPDP itu seperti apa?
Kontribusi yang sesuai dengan bidang dan profesi kita, kontribusi yang
memang memiliki nilai manfaat bagi masyarakat.
Kita bicara manfaat
bisa tataran praktikal maupun teoritik. Cara melihatnya dari profesi dulu deh.
Kita arah profesinya kemana, setiap profesi kan pasti ada perannya di
masyarakat. Contoh, kalau dosen, jelas arah kontribusinya adalah pengajaran dan
penelitian. Kalo dosen dakwah trus arah kontribusinya mau bikin organisasi
dakwah, ini kan ga nyambung. Meskipun terdengar praktikal, tapi kan ga linier, ini
justru menunjukkan kita ga paham profesi kita sendiri.
Mereka pasti mikir
buat apa biayai ratusan juta buat orang yang ga paham profesinya sendiri.
Sebaliknya, kalaupun ilmuwan kimia, kan outputnya adalah research, publikasi
ilmiah, paten, dsb. Baik untuk pengembangan keilmuan sehingga mencegah
kemandegan IPTEK, membuka peluang2 teroboson penelitian berikutnya, maupun
untuk praktikal di kehidupan sehari-hari.
LPDP tidak membatasi
particular type of contribution ya. Bahkan yang sekelas manajemen dakwah
seperti saya saja, jurusan yang saya yakin kebanyakan teman2 disini juga baru
denger sekarang ini, tetap bisa memiliki tempat bagi pembangunan Indonesia.
Yang mereka cari adalah future leader. Orang yang punya visi, tahu betul kemana
arah karirnya, apa yang ingin dia hasilkan. Nantinya orang-orang ini akan
dikolaborasikan di masa depan, antar bidang, antar profesi, antar jabatan,
antara pemerintah dengan swasta, antar swasta sesama Indonesia, antara swasta
indonesia dengan luar negeri, dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan bisa
memutus mata rantai persoalan-persoalan sosial yang diakibatkan oleh rendahnya kualitas SDM di berbagai
bidang.
Q18 : Bagaimana cara mengelaborasi yang baik untuk kontribusi nyata saat
kembali bagi karyawan swasta?
Pertama anda statusnya karyawan tetap atau tidak, setelah lulus balik ke
perusahaan sekarang atau tidak. Elaborasikan apa peran/kontribusi perusahaan
anda bagi Indonesia: meningkatkan kualitas infrastruktur kah, meningkatkan
kualitas pangan kah, dsb. Pastinya
setiap perusahaan punya visi kan ya, dan anda menjadi bagian dari visi itu. Tugas anda adalah menyelaraskan bagaimana visi perusahaan tersebut
sejalan dengan visi pembangunan Indonesia.
Kalau anda seorang karyawan swasta profesional, maka aim for the highest position in your
current company, the decision maker. Lalu elaborasikan apa yang bisa anda
buat dengan ilmu anda jika anda bisa menjadi pemegang kebijakan, dan apa
manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. disitulah peran 'karyawan swasta' hari
ini di masa depan.
Q19 : Thank you kak penjabarannya
tambahan: misal klo dosen kan kita bisa direct impact bahwa kita
berperan dalam mencerdaskan bangsa (sesuai bidang masing2), kalo
misal saya ngga direct impact sperti misal saya tau apa yg bisa saya berikan di
industri swasta, saya tau peran industri tersebut bagi Indonesia (meskipun
multinasional), dijabarkan keterkaitannya gitu ya kak?
Iya betul..
Saran saya, anda bisa mulai dengan menyatakan, impian saya adalah
menjadi seorang profesional di bidang AAA, karena bidang ini memiliki kekuatan
dalam hal begini dan begitu. untuk saat ini, tempat saya berkarya dan
berkontribusi adalah di perusahaan swasta XYZ yang memiliki visi begini dan
begitu, serta menyediakan saya lahan berkarya di bidang tsb, semakin saya memiliki banyak karya dan
kesuksesan di bidang itu, berarti saya telah semakin berkontribusi bagi
Indonesia.
*Disclaimer*
“Semua jawaban ini adalah apa yang bisa diambil/dipetik dari apa yang dialami dan ya diamati oleh narasumber. Setiap awardee sangat mungkin memiliki pandangan, prinsip dan cara
yang berbeda2, dipengaruhi variabel dan konteks yang complicated sehingga it might work or not at some points”
0 comments
It's nice to see you !