Tujuh Hari Menuju Belanda


Merencanakan banyak hal di masa yang hampir segalanya tak terprediksi bukanlah hal mudah. Niat akan teruji karena ketidakpastian yang membentang di hadapan. Sempat berada pada masa  lelah ditanyai "Kapan berangkat?". Iya, pertanyaan singkat menyesakkan, bahkan tidak jarang membuat saya  merasa sangat intimidated wkwkwk.. Harusnya itu bukan masalah, tidak perlu dipermasalahkan sebenarnya karena memang kita hidup di masa yang unpredictable. Memang iya sih. Namun, tidak semua orang akan memahami hal itu..

Bahkan hingga tiket keberangkatan sudah ditangan  pun, saya masih enggan memberi tahu tanggal keberangkatan saya saking khawatirnya gagal lagi dan dibilang penebar hoax. Saya hanya bisa mengatur rencana serapi mungkin dan mengabarkannya ke orang-orang terdekat. Tidak banyak permintaan selain berharap doa-doa terbaik dari mereka agar dilancarkan perjalanan pergi dan balik lagi ke rumah dengan membawa ilmu yang bermanfaat yang siap diabdikan demi kemaslahatan agama, bangsa dan negara.. Aamiinn..

Disinilah perjalanan itu bermula...

Tepat tanggal 16 Januari 2021, Sabtu malam, sekitar pukul 23.30 WITA, akhirnya saya, Bapak, Ibu, adik, dan beberapa orang keluarga yang akan turut mengantarku hingga ke Bandara Mutiara Sis Al-Jufri Palu, sudah siap menunggu kedatangan mobil yang akan ditumpangi di rumahku. Emang saya jadwal berangkat ke Amsterdamnya kapan? tanggal berapa? Sebenarnya, saya berangkat dari Palu-Jakarta tanggal 19 Januari 2021, kemudian melanjutkan perjalanan Jakarta-Amsterdam tanggal 21 Januari. Lah, sekarang kan masih tanggal 16, cepat sekali berangkatnya? Iya sengaja. Karena untuk perjalanan dari rumahku (Desa Pinjan Kec. Tolitoli Utara Kab. Tolitoli, Sulawesi Tengah) ke kota Palu saja sudah mengambil waktu sekitar satu hari, belum lagi di masa pandemi seperti ini. Pasti memakan waktu yang lebih panjang. 

Yayy. Sekitar pukul 00.00 WITA barulah mobil Open Cup yang akan mengantarkan kami hingga ke desa Malala siap berangkat. Saya, Mama, Tante dan adik sepupu saya yang yang masih kelas 2 SD, Difa serta Patri (sepupu saya juga) duduk di bagian belakang. Adik saya, Idil, duduk di depan menemani Om saya yang menyetir mobil. Yaa maklumlah mereka se-frekuensi, biar om saya ada teman ngobrolnya saja. Sementara, bapak saya dan suami dari Patri mengendarai sepeda motor. 

Normalnya, perjalanan menuju desa Malala membutuhkan waktu sekitar 4 jam dari rumah. Bisa lebih cepat atau lambat tergantung kondisi jalanan. Kali ini, saya dan Ibu mabuk parah diperjalanan. Mungkin karena kedinginan, bayangkan saja naik pick up tengah malam, perjalanan cukup jauh (yaa sekitar 200 km), melewati hutan, gunung dan pantai disertai terpaan angin yang berhembus kencang karena cuaca mendung. Belum lagi aroma minyak kayu putih yang membuat saya tidak mampu membendung isi perutku. Lengkaplah sudah.. Perjalanan jadi tak semenyenangkan bayanganku..

Sekitar pukul 4.30  dini hari, 17 Januari 2021, kami sampai di rumah om saya yang akan mengantarkan kami ke Palu menggunakan mobil pribadinya. Beruntung. hujan baru mengucur deras beberapa menit setelah kami sampai. Telat beberapa menit, kami bisa basah kuyub di bagian belakang mobil wkwkwk. Untungnya lagi, teh hangat langsung menghangatkan dinginnya subuh itu. 

Kami istirahat sembari ditemani hujan yang baru reda sekitar jam 7.00 pagi. Mereda, meski masih gerimis kami ke Rumah Sakit Zubaeda Bantilan Malala untuk melakukan tes Covid-19 yaitu Rapid Test Antibodi sebagai syarat masuk kota Palu. Setelah semua rampung. Akhirnya, kami melanjutkan perjalanan Malala-Palu sekitar pukul 09.00 pagi, dengan keadaan dan perasaan yang sudah lebih nyaman dari sebelumnya. Alhamdulillah perjalanan lancar. Kami sampai di kota Palu sekitar pukul 19.00 WITA.

18 Januari 2021. Di kota Palu, saya melakukan perampungan beberapa berkas dan urusan. Di hari yang sama saya juga kembali melakukan tes Covid-19 Swab Tes Antigen sebagai syarat penerbangan Palu-Jakarta. Sembari menunggu hasil tes keluar, saya mengajak Tante dan Difa keliling kota Palu. Mama di rumah saja dengan Patri. Saya sengaja, karena tante cukup lama tidak berkunjung ke Palu, terlebih pasca peristiwa 28 September 2018 lalu. Sudah banyak hal yang berubah. Kami mampir sebentar di lokasi runtuhnya jembatan kuning, masjid apung dan mampir di pantai yang menjadi spot favorit si buaya yang lagi viral itu. Bahkan, kami sempat melihat sang buaya berjemur di dekat bebatuan di area pantai.Sebelum pulang sempat singgah di toko boneka.



Besoknya. Masih pagi sekali, hampir semua orang di rumah sudah bangun. Mulai sibuk memasak dan beberes di rumah. Saya pun mulai merapikan kembali barang bawaanku. Memasukkan kembali pakaian, yang sempat saya pakai dan telah dicuci, ke dalam kopor berwarna hijau saya. Setelahnya, saya sarapan sambil terus mengingat untuk memastikan bahwa tidak ada lagi barang yang tertinggal. Iyaa, ini sudah 19 Januari 2021, dan pukul 15.30 WITA adalah jadwal penerbangan saya ke Jakarta.

Sekitar pukul 12.30 WITA, saya dan keluarga berangkat ke Bandara. Orang tuaku tidak begitu lama di bandara mengingat mereka harus pulang ke kampung sesegera mungkin karena om saya harus masuk kantor di esok harinya. Beberapa teman-teman juga datang membersamai, termasuk kakak-kakak yang selama ini jadi support system saya mulai dari belajar bahasa Inggris hingga apply beasiswa. Sempat kami berbincang banyak hal sebelum akhirnya saya masuk karena pesawat yang akan saya naiki sudah boarding. Btw, terima kasih sudah datang.. Hehe..







Sekitar pukul 21.30 WIB barulah saya sampai di penginapan yang sudah saya pesan sebelumnya via aplikasi OYO, Garuda Bima Syariah Residence nama tempatnya, setelah drama dorong-dorong 2 koper menuju Parkiran Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta karena dapat GrabCar operasional luar bandara. Perjalanan yang melelahkan sekaligus agak mengecewakan. Iya, melelahkan karna dorong-dorong kopor dan mengecewakan karena penginapan tersebut terletak di gang sempit, hanya motor yang bisa masuk hhhh. Saya merasa tertipu wkwkwk.. Untungnya penjaganya baik mau angkat mengangkat koper saya.

20 Januari 2021, saya masih di Jakarta untuk melakukan tes Covid-19 yaitu tes Swab PCR di Rumah Sakit Mayapada  karena di kota Palu tes PCR paling cepat 3 hari sementara untuk penerbangan ke Amsterdam membutuhkan hasil yang tidak lebih dari 72 jam sesampainya disana. Disini, saya juga menyempatkan diri untuk menukar uang dari Rupiah ke Euro di SmartDeal ITC Fatmawati, Jakarta Selatan.

Malamnya, teman saya, Melia, bela-belain datang jauh-jauh dari Jakarta Pusat ke Tangerang untuk membawakan beberapa barang pesanan online yang saya kirim ke alamat beliau. Kami berbincang beberapa saat dan akhirnya saya memutuskan untuk istirahat.

Saya berangkat ke bandara akhirnya pada pukul 17.30 WIB di esok harinya, 21 Januari 2021, lagi-lagi menggunakan GrabCar. Meskipun penerbangan Jakarta-Amsterdam dijadwalkan pada pukul 23.45 WIB, saya sengaja datang lebih awal ke Bandara untuk berjaga-jaga jika ada kendala yang mungkin terjadi. Beruntung, proses check-in berjalan lancar, bagasi aman alias gak over padahal khawatir sekali dengan ini.

Sebelum dipindahkan ke Gate 1B, penumpang tujuan Amsterdam diminta menunggu di Gate 5. Saya yang sebenarnya agak kelelahan memutuskan untuk meninggalkan satu kantong bawaan saya yang isinya Ricecooker, Router Wifi, Sepatu Winter, Mukena Travelling, Kaos Tangan, dll, di kursi di ruang tunggu untuk ke restroom sekalian lanjut sholat isya. Harapannya, ketika kembali barang tersebut masih dalam keadaan utuh. Tapi faktanya, alih-alih utuh, barangnya hilang tak berjejak hingga terjadilah drama bolak balik Gate 5 - 1 -7 - 1 di terminal 3 (yang pernah berangkat dari terminal 3 pasti paham jaraknya seperti apa), dan paling terakhir naik pesawat padahal udah 3 kali last call gegara berurusan dengan keamanan bandara wkwkwk.. (Kapan-kapan cerita ini lahh...)

Yaah mau diapa lagi, sebenarnya barangnya bisa saja ditemukan pada saat itu tapi gegara beburu  pesawat yang udah last call, yaa say goodbye sajalah. Kalau rejeki pasti bakal balik lagi.

Perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam memakan waktu sekitar 15 jam direct flight atau tanpa transit, dann karena melintasi zona waktu yang berbeda maka sepanjang jalan yang ada hanyalah malam, gelap gulita. Saya hanya menatap layar yng menampilkan rute perjalanan dan info-info seputar penerbangan itu. Langit mulai terang sesaat sebelum landing di Amsterdam. 

Saya mendapat seat di deretan tengah. Beruntung, karena hanya saya duduk sendiri disitu, ada dua kursi kosong, akhirnya bisa rebahan kayak lagi di rumah menghabiskan malam yang panjang itu dengan tidur meski sesekali ingatan melayang pada apa yang terjadi di bandara beberapa jam yang lalu. Pengen nangis sebenarnya apalagi ga punya teman cerita, tapii masa iya nangisin ricecooker? Wkwkwk...

22 Januari 2021. Pesawat yang kami tumpangi, Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-088, alhamdulillah mendarat dengan mulus di Bandara Schipol Amsterdam sekitar pukul 08.30 CET. Kami disambut oleh cuaca yang sangat gloomy dan suhu -2 derajat celcius. Benar, sekarang lagi winter.

Disini, tidak banyak pertanyaan dari petugas Imigrasinya, hanya ditanya kemana, ngapain, berapa lama, lepas masker beberapa saat, dan diakhir si mas-mas petugasnya hanya bilang "Have a nice day". 

Bagasi saya sudah terkumpul semuanya ketika saya bertemu Mbak Dian dan Mas Dirham. Yaa kami akan menuju tempat yang sama. Sebenarnya kami sudah janjian sejak di bandara di Indonesia. Namun, karena drama yang ku alami tersebut, semuanya tertunda dan baru bertemu di Schipol. 

Perjalanan kami lanjutkan ke Wageningen menggunakan NS train dan Bus C3 setelah membeli Anonymous OV-Chipkaart di bandara Schipol. Finally kami sampai di tempat tujuan, asrama Mahasiswa - Kompleks Dijkgraaf 4 - Wageningen University and Research, sekitar pukul 12.00 CET.
____

Setidaknya ini akan menjadi pengingat di suatu hari nanti. Sekaligus bahan evaluasi diri..
Untuk segala pihak yang sepenuh hati membantu, terima kasih..
Untuk beberapa kerabat yang mungkin kecewa, semoga Allah mudahkan saya untuk terus berbenah diri.. Semoga kita semua senantiasa dalam limpahan rahmat-Nya..

Ini baru permulaan.. Selamat menikmati self-quarantine period !

Ditulis di Dijkgraaf 4- 12B005, Wageningen University
Pukul 09.07 PM Waktu setempat, di luar -1 oC.
Ditemani oleh Assubhu Bada - Maher Zain

2 comments

  1. What a fabulous story, Ms. Nana!
    I couldn't stop admiring and praying all the best for my tutor. Wish you happiness and healthy. Barakallah fiikum :))

    ReplyDelete

It's nice to see you !