Menghabiskan ramadhan mengikut idul fitri jauh dari rumah bukalah sesuatu ynang baru lagi buat saya. Ini tahun ke-5 ramadhan secara berturut-turut jauh dari rumah. Yang menjadi pembeda adalah jika di tahun-tahun sebelumnya takaran jauhnya masih berputar antara Jawa-Sumatera-Sulawesi, masih di Indonesia. Kali ini cukup jauhbermil-mil dan melintasi benua. Hari ini sayamenhabiskan ramadhan dan menjalankan ibdah puasa ramashan dan lebaran di salah satu negara eropa dimana muslim adalah kaum minoritas, Belanda.
Menghabiskan ramadhan di tengah workload yang sangat demanding adalah hal yang sangat challenging di ramadhan kali ini. Menuntuntut untuk berpikir keras. Berkonsentrasi dalam kondisi perut yang keroncongan. Mencoba fokus walau mata sangat mengantuk di waktu kuliah. Minggu ujian yang dilaksanakan di waktu puasa, semakin menambah cita rasa perjalanan di negara tulip ini.
Bertumbuh dalam minoritas memang tidak seperti di Indonesia. Atmosfer ramadhan terasa dimana-mana, bahkan ada kebijakan khusus dari pemerintah untuk menyemarakkan ramadhan. Sedangkan disini? Tidak ada regulasi khusus dari pemerintah, urusan ibadah diserahkan ke masing-masing individu.
Seringkali kita merasa bahwa itu sulit. Mungkin memang sulit, tapi apakah kita mencoba berhikmah itu semua ? Ada banyak sebenarnya jika kita mau memandang dari kaca mata positif.
- Ramadhan sebagai minoritas akan benar-benar menguji keimanan kita. Bisa jadi selama ini kita berpuasa hanya karena malu dengan teman kita, dsb. Disini, kita akan benar-benar diuji. Menyaksikan orang-orang di sekitar kita menyeruput teh hangat di tengah suhu yang sangat dingin itu sungguh menggoda.
- Menjadi pengukur keimanan.
Tentu saja, jiwa seringkali tak bisa luput dari lalai. Sendiri membuat berbagai kelonggaran bagi diri dalam ibdah. Namun, Allah begitu sayang dengan kita,sehingga masih menyelipkan iman di hati kita sehingga kita mampu istiqamah dalam menjalankan perintahnya tersebut, meski tak ada jaminan pasti atas penerimaan ibadah kita. Tapi, bukankahnkita paham bahwa tugas kita adalah melakukannya sepenuh hati dengan iman dan taqa? Perkara diterima atau tidak adalah ranah Allah. Masih dipeliharanya rasa takut dalam hati kita, Takut ketika harus membatalkan puasa, takut ketika pembicaraan menjurus pada ghibah (terjebak dalam ghibah yang berlarut-larut.
Bagaimana kesan selama ramadhan? Memang ini adalah ramadhan pertama saya dalam 17 jam. Perihal menahan lapar dan dhaga dalam rentang waktu tersebut bukan masalah, mungkin karena perhatian lebih terfokus pada kuliah.
Menyoal amalan rutin, bukan bermaksud ria dan ujub, adalah suatu prestasi bagi diri untuk mampu menuntaskan target tilawah dengan jumlah berlipat-lipat dari sebelumnya. Halah, segitu aja bangga! Bukan masalah jumlah ini mahh..
Pertemuan dengan orang-orang yang akhirnya menjadi support sistem pun akhirnya bak menemukan harta tersembunyi . Kehadiran Mbak Nur, Aginta, Nuni dan Mba Rani yang menjadi booster dalam melaksanakan ibadah ditengah kesibukan adalah hal yang juga tak kalah bernilai. Tiap pagi seringkali menjadi penyemangat untuk tetap stay awake setelah waktu sholat shubuh hingga waktu syuruq, saling memotivasi agar bisa menuntaskan target tilawah sebelum memasuki sholat maghrib, saling menasehati jika ada yang meminta dan lain sebagainya.
Pun di beberapa waktu, di 10 malam terakhir, mau bersama-sama meluangkan waktu menghabiskan malam dari siang yang sudah cukup melelahkan di Moskee Wageingen. Gowes menuju masjid sekitar jam 11 malam menuju masjid, menghabiskan malam walau raga kadang lelah.. Terus bertahan meski faktanya suhu dingin di luar masih menembus masjid, sehingga seringkali harus memakai jaket tebal untuk mendapat kehangatan atau menyelimuti diri dnegan sleeping bag atau selimut yang tebal karena heater yang tidak berfungsi.
Beberapa waktu setelah, serangan israel atas masyarakat palesitna yang diserang ketika sedang melaksanakan sholat di masjidil aqsa menjadi tamparan keras bagi saya pribadi. Bagaimana tidak?
Saat ini kita masih bisa beribadah di masjid sesuka hati kita. Tidak ada larangan. Lantas, kenapa kita tidak memaksimallkan kesempatan tersebut? Bukan ingin dibilang sok alim, tapi apa salahnya belajar terus melakukan keebaikan.
Aah, suka sedih mengingat itu semua. Jika sendirian, mungkin aku akan memilih pulang ke housing saja. Tempat tidur yang nyaman dan suhu yang hangat akan membbuat tubuh semakin nyaman. Beberapa kali aku kalah oleh rasa lelah dan tugas kampus. Namun, keinginan untuk menghabiskna waktu di masjid terus membuncah..
Ada mbak Nur yang selalu semangat untuk selalu berbagi pengetahuan tentang keislaman termasuk tafsir beberapa ayat al-quran dan beberapa topik lainnya. Ada mbak Ranny, si emak super yang juga tidak kalah semangatnya. Masih pagi target tilawahnya sudah selesai dan ini menjadi motivasi saya juga agar cepat selesai. Ada Aginta dan juga Nuni yang selalu menjadi penyemarak dan penyemangat untuk melakukan berbagai agenda kebaikan. Membuka donasi adalah salah satu contohnya. Nuni, yang humble dengan motivasi tingginya untuk juga sama-sama terus belajar. Bersyukur bisa bertemu dan mengenal Nuni yang jago masak ini di Dijkgraaf. Dan masih banyak hal lainnya. Intinya, terima kasih telah hadir dan mau menerima saya diantara kalian. Uhibbukum fillahh..
Teruslah seperti ini.. Senantiasa melingkar dalam merajut benang-benang kebaikan dan kebermanfaatan.. Saling menguatkan dalam keterbatasan, ..
Seteelah semuanya, harusnya kita menyadari bahwa seharusnya tidak ada keluh selain syukur atas nikmat menjejaki dan menjalani ramadhan di negeri van orange ini.
Untuk kita yang sedang belajar menjadi baik, semoga Allah senantiasa menjaga iman di hati kita.
Ditulis pada 1 Syawal 1442 H - 13 Mei 2021..
(Banyak yang ga nyambung gegara ide yang suka kayak kamu 😂datang tanpa diundang, pergi tanpa permisi...)