Memaafkan atau dimaafkan bukanlah perihal mana yang lebih baik. Keduanya adalah dua hal yang sama-sama membutuhkan keikhlasan. Kita dilatih ikhlas dalam menerima semua keadaan dengan lapang hati. Memilih tidak tidak mengungkit, tetapi tentu saja tidak memaksa diri untuk melupakan. Bukankah melupakan part penting yang pernah memberikan kesan dalam hidup bukanlah perkara mudah? Itulah mengapa memaafkan itu adalah perkara keikhlasan, lalu penerimaan.
Pada saat bersamaan, sebagai orang yang (katanya) dimaafkan, kita tak punya hak untuk memaksa bahwa setelah dimaafkan semua bisa kembali seperti sedia kala. Disinilah kita harus benar-benar belajar ikhlas menerima keadaan yang telah beralih haluan sebagaimana bayangan kita.
Banyak kondisi yang tak bisa kita kendalikan, kecuali mengendalikan segala prasangka kita. Jika kita tak sanggup dengan konsekuensi ini, lalu kenapa kita berani mencoba bermain-main dengan kata "maaf"? Bukankah kita mengerti bahwa kita ini manusia bukan malaikat?!.
12B Dijkgraaf, Wageningen