SAMBIL TRAVELLING, BELAJAR PARENTING DARI ORANG TUA DI STASIUN DAN KERETA

Lama tak bersua, rindu rasanya.. Hingga saya coba kembali hadir dengan hikmah perjalanan yang sebenarnya sudah berlangsung sekitar 1 setengah bulan yang lalu, kira-kira 3 hari menuju hari raya Idul Fitri 1439 kemarin 😀.

Memutuskan untuk travelling ke Jakarta dengan berangkat dari camp sekitar jam 5 sore dalam keadaan berpuasa menjadi pilihan kami. Olehnya, hal itu membuat kami harus mencari tempat persinggahan, sebentar saja, untuk berbuka puasa sekaligus sholat maghrib. Memang, perjalanan menuju tujuan kami membutuhkan waktu sekitar 1 jam dari starting point kami, Pelem. Yaps, kami sedang dalam perjalanan menuju Kediri untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Jakarta by train. Fix, kali ini kami singgahnya di Simpang Lima Gumul 😆.


Ini adalah salah satu perjalanan yang unik yang kami lakukan. Walaupun banyak sebenarnya kendaraan lain yang bisa mengantarkan kami ke stasiun dengan waktu lebih singkat dan nyaman. Tapiii, inilah kamii yang menyukai sesuatu yang unik-unik 😅. Kendaraan apa yang kami gunakan? Yaps,Bentor dan tanpa atap. Untung saja perjalanan waktu itu bebas hambatan bebas dari terik dan hujan. Namun, tetap saja menjadi perhatian orang-orang di jalan, terlebih ketika berhenti di lampu merah. Banyak pasang mata yang memperhatikan entah karena barang bawaan kami yang sedikit rempong atau karena suara kami yang cukup keras saat berbincang di atas Bentor kah? Who cares. Perjalanan yang lucu rasanya, kalo kata si miss part kayak Turis ala-ala.. Wkwkwk..


Lupakan masalah perjalanan yang rada ga jelas itu. Disini sebenarnya saya ingin menceritakan 2 kisah tentang orang tua dan anaknya yang saya temui di ruang tunggu stasiun Kediri dan di kereta perjalanan dari stasiun Kediri ke Pasar Senen Jakarta.

Saat menunggu pemberangkatan menuju pasar senen, waktu itu, sama sekali saya tak begitu peduli dengan orang-orang disekeliling dan jadwal keberangkatan kereta kami, saya dan teman. Karena malam itu saya rasa waktu berangkat masih cukup lama jadi santai saja. Berbeda dengan teman saya yang sibuk menanyakan petugas tentang jadwal keberangkatan kami sambil memperlihatkan boarding pass miliknya. Owalah, maklum saja, dia punya pengalaman buruk ditinggal kereta. Sementara, saya terus saja sibuk dengan HP yang hampir lobet karena malam itu adalah jadwal saya untuk sharing tentang belajar bahasa Inggris secara online di sebuah grup whatsApp. Yaps..


Beberapa saat kemudian, ada seorang Ibu yang datang berdua, bersama anaknya dan menduduki kursi kosong yang ada di depan saya. Beberapa saat berselang, anaknya yang berumur sekitar 3 tahunan itu merengek ke Ibunya dengan sejadi-jadinya. Apa penyebabnya, saya pun tidak tahu. Cukup lama anak itu merengek sambil menghentakkan kakinya ke lantai. Ibunya merayu, memeluk,menggendong... tapii tetap saja, itu makin memperkeruh keadaan, tangisannya semakin menjadi-jadi. Ahh.... Cukup mengganggu sebenarnya, tapi maklumlah anak-anak.. Saya kembali fokus. Sekitar 10 menit kemudian terdengar oleh saya, sang Ibu, dengan emosi yang sudah mulai memuncak, mengatakan


 "Hayook nangis terus kamuu, di depan pintu itu ada polisi !". 
Ajaib, sekejab anaknya langsung diam. Emhh... Tidak begitu lama saya perhatikan hingga akhirnya saya kembali benar-benar fokus kke agenda saya malam itu.

Baru saja temanku sampai dari toilet ketika  panggilan untuk segera naik kereta terdengar. I guess we're up ! Inilah waktunya.. Kami pun naik ke kereta Matarmaja Lebaran kelas ekonomi itu. Sepanjang perjalanan tidak banyak hal yang kami lakukan selain menghabiskan waktu untuk tidur.
****************

Kereta kami sudah hampir sampai, tinggal sekitar 1 setengah jam lagi. Banyak penumpang yang mulai turun, gerbong mulai longgar. Jadi lebih leluasa bergerak, maklum kereta ekonomi. Akhirnya, bisa berebah pun bisa selonjoran kaki setelah semalaman duduk tegang lagi susah bergerak putar kanan putar kiri. 

Karena sudah mulai longgar, seorang anak balita dengan usia sekitar 3 tahun juga mulai aktif jalan kesana kemari, asyik bermain dan bercerita bersama ayah, ibu dan keluarganya yang ada di dalam kereta itu.
Aisyah dan Bapaknya serta cup kopi di dekat jendela (Gambarnya blur, karna dipotoin diam2 😜)

Di meja kecil tempat minuman disamping kereta,sebuah cup kopi diletakkan oleh ayahnya. Aisyah, nama adik kecil itu, datang dan mengingatkan ayahnya.

"Ayah, jangan mpan dsitu gelasnya, nanti tumpah isinya", katanya.
"Isinya udah habis sayang, jadi gak akan tumpah", jawab ayahnya.

Aisyah kembali menyusuri lorong dan kembali lagi mengingatkan ayahnya akan hal yang sama.


"Ayah, jangan mpan dsitu gelasnya, nanti tumpah isinya", katanya.
"Isinya udah habis sayang, jadi gak akan tumpah", jawab ayahnya, lagi.

Siapa sangka, Aisyah kembali menanyakan hal yang sama hingga sekitar 10 kali 😄, dan ayahnya masih menjawabnya dengan tenang tanpa emosi bahkan nadanya semakin lembut. Hingga akhirnya, kawan saya, saya dan Titiw dan Rebi (boneka tangan punya saya dan rebi) menjadi pengalih perhatiannya dari pertanyaan yang sudah sejak tadi itu. 



  Hmmmm... Ingatan saya kembali melayang dengan apa yang saya temui semalam. Sangat berbeda. Hal ini membuat saya jadi membayangkan gimana jadinya kalau saya punya anak nanti? Apa yang akan terjadi? Ditanya sekali dua kali aja mungkin udah tensi 😁.

Saya memang belum memiliki anak, jangankan anak sinyal si doi aja belum nampak 😃. Tapiii apa yang saya saksikan itu menjadikan sya semakin menyadari pentingnya ilmu parenting, saking pentingnya butuh dipersiapkan jauh hari, mulai hari ini, bahkan harusnya sudah dari kemarin-kemarin.


Anak adalah titipan, hadiah sekaligus ujian bagi orang tuanya.  Selain manis-manisnya, kita dituntut untuk menetralisir segala sesuatu yang negatif. Kita harus mempu bersabar. Jika kita mampu bersabar dalam mendidik mereka tentu akan ada balasan pahala dari Allah, dan kelak kita akan menuai buah dari kesabaran yang manis bagaikan madu. Yaitu ketika mereka telah dewasa, kala mereka telah terbiasa dan terdidik dengan kebaikan yang kita ajarkan dan mereka menjadi manusia yang taat pada Rabbnya. Doa-doa yang selalu mereka panjatkan untuk kita adalah harta dan investasi yang tak ternilai harganya.


Pada apa yang saya saksikan diawal perjalanan, seharusnya kita tidak "mengatasi" kerewelan anak dengan menakut-nakutinya dengan polisi karena sejatinya hal itu menjadi pelemah mental mereka ketika besar nanti. Karena hal ini, tidak sedikit orang-orang yang akhirnya "phobia" terhadap polisi bahkan di usia yang sudah dewasa. Apa yang salah dengan polisi coba? Lagian kan polisi gak akan ngapa-ngapain orang yang gak salah. Menurut saya ini adalah salah satu efek dari ilmu perenting yang terlambat alias masih kurang. Harusnya kita lebih bisa menenangkan anak dengan tidak melakukan hal-hal yang meruntuhkan mental. 


Merawat dan mendidik anak itu butuh bejibun stok kesabaran. Kenapa? Dari pagi sampai malam kita harus menghadapi tingkah polah anak yang tak ada habisnya, seperti apa yang saya saksikan tadi. Ada yang merengek tak hentinya entah karena minta jajan, minta mainan atau bahkan karena hal yang kita gak tahu penyebabnya, menanyakan hal yang sama berulang-ulang hingga sangat banyak ulangan, tak mau turun dari gendongan dan lain sebagainya. Belum lagi urusan rumah dan urusan lainnya yang akhirnya membuat kita jadi digerogoti kelelahan. Efeknya mungkin pada emosi. Emosi memuncak dan akan meledak jika kita tidak bisa mengontrol kejernihan pikiran kita.

Ingat dan renungkanlah sebuah hadits yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Shuhaib radhiyallahu’anhu,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
”Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik untuknya. Dan hal itu tidak ada kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan untuknya. Apabila dia tertimpa kesulitan maka dia pun bersabar, maka hal itu juga sebuah kebaikan untuknya.” 
(HR. Muslim [2999] lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim[9/241])

Mendidik anak itu gampang-gampang susah, tak semuluk yang kita bayangkan. Pun melatih  kesabaran juga tak semudah mengatakan "sabar itu gampang" ke orang lain. Yaps, kita harus sadar bahwa sabar memang susah olehnya sungguh Allah maha baik menjanjikan orang-orang yang bersabar dengan hadiah surga-Nya. Jadi,  bersemangatlah berusaha menjadi calon (orang tua) yang sabar.

Persiapkan diri dengan sungguh-sungguh atau kamu bisa memilih menjadi tipe orang tua seperti apa. Akankah seperti orang tua di stasiun atau di kereta ?
Selamat memetik makna !

0 comments

It's nice to see you !