Saya
adalah anak pertama dari 2 bersaudara dengan seorang adik laki-laki yang masih
duduk di bangku kelas IX SMP. Demi pendidikan yang lebih baik maka keadaan
mengharuskan saya untuk merantau dari kampung halaman sejak kelas X SMP. Hampir
10 tahun sudah saya tinggal di tanah rantau dengan alasan pendidikan yang lebih
baik dan masa depan yang lebih cerah. Desa Pinjan, Kec. Toli-toli Utara adalah
kampung halaman saya yang terletak hampir 600 km dari kota Palu yang akhirnya
membuat saya jarang pulang di waktu libur sekalipun. Tak mudah menjadi pelajar
rantauan, harus survive di perantauan. Apalagi harus berjuang pula untuk
memenuhi kebutuhan pribadi tanpa harus terus mengharapkan suntikan dana
sepenuhnya dari orang tua.
Berbicara
kisah hidup sebenarnya merupakan sebuah proses panjang menurut saya. Terlebih
jika harus menceritakan perjalanan kehidupan saya dari awal hingga menjelang
mahasiswa tingkat akhir.
Diterima
di untad sebagai mahasiswa bidik misi membuat saya memikul sebuah tanggung
jawab untuk amanah dengan proses akademik saya. Bagaimana tidak? Iya, karena
segala fasilitas kampus yang kita gunakan merupakan fasilitas yang diberikan
secara Cuma-Cuma dengan harapan kita bisa menjadi insan yang akademis, mandiri
dan melahirkan genarasi-generasi emas selanjutnya. Tak ada tuntutan lain selain
memberi persembahan terbaik dan priorotas berupa nilai-nilai akademik. Belum
lagi tuntutan keluarga di kampung halaman untuk menjaga diri baik-baik di
negeri rantau agar jangan sampai terbawa arus dalam lajur pergaulan yang tidak
diinginkan. Tentunya hal itu akan menjadi salah satu motivasi setiap mahasiswa
untuk menjalankan amanah akademiknya dengan baik. Bukan hanya menjadi motivasi
sebenarnya tapi kadang menjelma menjadi perasaan tsayat. Hingga berujung pada
ketsayatan yang lain pula seperti tsayat untuk melibatkan diri dalam
organisasi, lomba-lomba dan kegiatan-kegiatan lainnya di luar aktivitas non
akademik. Ditambah lagi dengan banyaknya “virus”
yang menyebarkan hal-hal yang buruk mengenai dampak negatif mengikuti berbagai
kegiatan lain yang sebenarnya bermanfaat namun dianggap tidak penting.
Hal
itu pernah saya rasakan. Saya pernah berada di masa-masa seperti itu. Bekal
yang kurang sebenarnya adalah hal utama yang menjadi penyebab akhir mahasiswa
menjadi Kupu-Kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang. Sebenarnya tak mengapa
juga sih dengan pilihan seperti itu tetapi akan lebih baik jika turut
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang lain. Saat masih duduk dibangku
SMAN 1 Tolitoli saya pernah tergabung dalam satu organisasi yaitu PMR itupun
keterlibatan saya seadanya saja tanpa didasari niatan yang tulus untuk belajar dan
suka ogah-ogahan. Bukan tanpa alasan sebenarnya hingga akhirnya saya seperti
itu. Pada dasarnya saya adalah orang yang sangat pendiam dan pemalu sehingganya
untuk bergabung di organisasi saya harus mengumpulkan puing-puing keberanian
karena harus bertemu dengan orang-orang baru dan belum dikenal.
Bak
bayangan yang selalu ada dimanapun kita berada. Sikap pendiam dan pemalu masih
terus saja mengikut hingga ke dunia perkuliahan. Tak heran jika di kampus saya terkenal
pula sebagai mahasiswa yang pendiam dan pemalu. Akibatnya hanya teman
seangkatan sajalahah yang saya kenali dengan baik. Hampir 2,5 tahun masa
perkuliahanku hanya saya habiskan untuk aktifitas kampus, kuliah, asrama.
Memang saya tengah tergabung dalam organisasi kala itu itupun hanya karena
anjuran dari jurusan. Namun, saya belum memiliki perasaan yang greget. Saya
merasa masih banyak yang kurang dalam keseharian saya. Saya iri melihat
teman-teman yang punya banyak teman, punya networking yang luas hingga saya melihatnya
seperti artis yang tenar dan punya banyak fans. Hehe. Saya resah sendiri. Maka
muncullah keinginan untuk berubah.
*****
Tak
berlama-lama dalam keresahan itu. Hingga pada akhir tahun 2013 untuk pertama
kalinya digelar kegiatan Tadulako Menginspirasi, dengan antusias saya mendaftar sebagai peserta dalam kegiatan itu.
Tak disangka ternyata kegiatan tersebut benar-benar menginspirasi. Saya
menemukan inspirasi dan motivasi dari inspirator-inspirator kala itu.
Satu
bulan berselang setelah kegiatan Tadulako menginspirasi kembali diadakan sebuah
kegiatan Workshop of Writing. Tak ragu-ragu lagi saya langsung mendaftar lagi
dan di kegiatan inilah saya menemukan puncak semangat itu. Tak rugi saya ikuti kegiatan kece itu. Alhamdulillah disana
saya dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki semangat untuk berubah lebih
baik yang tinggi. Saya banyak belajar dari mereka. Kegiatan tersebut cukup
berkesan sehingganya kami tetap berhubungan pasca kegiatan. Sejak saat itulah ada
bisikan dari dalam diri untuk berkomitmen bahwa saya harus bisa berubah menjadi
lebih baik. Paling tidak perubahan pada hal-hal kecil dulu seperti memperbanyak
jumlah kenalan di kampus terkhusus di FMIPA. Itu adalah hal paling sederhana
yang dapat saya lsayakan.
Saya
masih ingat bahwa waktu itu peserta Workshop ditantang agar bisa menghasilkan
karya tulis (esai, kti, puisi, cerpen dll) yang bisa lolos seleksi hingga
tingkat nasional. Hal ini cukup menjadi stimulus bagi semua peserta. Cara ini
cukup berhasil, satu dua bulan kemudian satu per satu karya teman-teman sudah
ada yang tembus hingga ke nasional seperti karya cerpen, esai untuk apply
beasiswa nasional yang seleksinya cukup ketat, LKTIN dan sebagainya. Ada
dorongan dalam diri untuk sama seperti teman-teman yang lain.
Pertengahan
tahun 2014 adalah pertma kali semangat untuk berkarya dan berkompetisi itu
dimulai dan melahirkan karya. Kegiatan Indonesia Youth Forum #3 di Wakatobi
Sulawesi Tenggara yang diadakan oleh salah satu NGO bekerjasama dengan
Kemenpora RI adalah kegiatan nasional pertama yang saya ikuti setelah melalui 3
tahap seleksi mulai dari daftar online hingga wawancara. Kegiatan ini
memberikan banyak efek positif karena disini saya memperoleh kesempatan untuk kembali belajar banyak dan terhubung dengan
orang-orang baik di nusantara. Saya kembali teringat kata-kata salah satu dosen
terbaik di untad kurang lebih begini kata-katanya “...yang kalian harus lsayakan adalah memulai melangkah. Jika sudah
melangkah yakinlah bahwa akan ada langkah kedua, ketiga, keempat dan langkah
kesekian...”. Dan kini tiba giliran untuk saya membuktikan pernyataan
tersebut. Semangat itu masih ada. Kembali saya meencoba menulis dan mengikuti
lomba karya tulis ilmiah nasional. Beberapa waktu kemudian, masih dengan
perasaan tak percaya ternyata tim kami berhasil lolos menjadi finalis 10 besar
dalam kegiatan INOVASI di Universitas Hasanuddin Makassar. Jika kemarin saya
sudah memulai langkah pertama sebagai peserta IYF maka langkah kedua saya
adalah pada kegiatan INOVASI unhas. Ini merupakan satu kesempatan baik lagi
untuk kembali belajar dan membangun jaringan.
Bukan
hanya itu, diakhir tahun 2014 juga menyempatkan diri untuk menulis proposal PKM
(Program Kreatifitas Mahasiswa) yang merupakan salah satu program dari
kemenristek dikti yang sangat bergengsi dan selalu dinanti setiap tahunnya.
Mahasiswa se-Indonesia berlomba-lomba dalam mengikuti kegiatan tersebut.
Setelah berusaha semaksimal mungkin, memang hasil tak akan mengkhianati proses,
hasilnya berbuah manis, tulisan saya menjadi salah satu pemenang dana hibah
PKM-PE tahun 2014 pendanaan 2015.
Man
Jadda wa Jada. Mantra ajaib yang benar-benar manjur yang hingga hari ini
menjadi salah satu motivasi dalam keseharianku dalam melsayakan segala
aktifitas. Biasanya kusempatkan untuk merenungi setiap pencapaian yang
kudapati. Rasanya masih belum percaya pada diri saya sendiri, orang yang pemalu
dan pendiam seperti saya ternyata bisa juga bersanding dan bersama dengan
orang-orang hebat di luar sana. Meski saya tahu memang saya belum ada
apa-apanya dibanding mereka. Namun, saya percaya bahwa suatu saat nanti saya
pasti bisa sama seperti mereka bahkan mungkin bisa lebih dari mereka. Asalkan
tetap berusaha semaksimal mungkin karena tak ada kesuksesan yang dicapai dengan
cara yang instan.
Saya
mempunyai satu kebiasaan unik. Kebiasaan unik itu adalah selalu membiasakan
diri untuk mengapresiasi diri sendiri meski hanya dengan bergumam sendiri “...Wahai
diri, wahai Rukmana, ternyata kamu hebat !..”. Hal ini memang kadang
terlihat sedikit konyol bagi beberapa orang, tapi tidak. Siapa sangka hal
seperti ini ternyata mampu membantu melejitkan spirit dan semangat untuk
berbuat lebih baik lagi. Apresiasi itu sebenarnya penting, bagaimana mungkin orang lain akan
memberi apresiasi jika kita saja tidak ada apresiasi apa-apa untuk diri kita
sendiri.
Di
awal tahun 2015 saya kembali mengikuti seleksi untuk mengikuti kegiatan ICN
Conference alias Indonesian Culture and Nationalism 2015 di Kampus Prasetiya Mulya
Bussiness School Jakarta. Tiap provinsi hanya ada satu orang yang lolos dan
alhamdulillah saya medapatkan kesempatan itu dan menjadi delegasi propinsi
Sulawesi Tengah. Bukan hanya itu, seorang kakak senior menulis karya tulis dan
diikutkan di LKTIN yang diadakan oleh ITB, kali ini kembali menjadi finalis 10 besar meski kami tak
sempat berangkat untuk melakukan presentasi. Selain itu, saya juga sempat menulis
karya tulis tentang kemaritiman yang diikutkan di lomba LKTM Tingkat Sulawesi
di Makassar. Ditahun yang sama juga saya menulis karya tulis tentang lingkungan
untuk diikutkan dalam seleksi Mahasiswa Berprestasi Universitas Tadulako 2015.
Pun saya juga kembali menulis Proposal PKM-PE dan alhamdulillah saya kembali
dinyatakan lolos sebagai pemenang dana hibah tahun 2015 pendanaan tahun 2016.
Sejatinya
pencapaian-pencapaian yang saya capai hingga hari ini tidak ada apa-apanya jika
dibanding dengan orang-orang dan teman-teman saya di luar sana. Jadi juara? Gak
pernah, paling-paling jadi finalis saja, masih banyak orang-orang yang mungkin
sudah bosan dengan predikat juara. Ke luar negeri ? Hingga hari ini pun belum
pernah, meski ada segenap cita-cita untuk ke luar negeri terkhusus ke Jepang.
Namun, apapun pencapaian-pencapaian saya hari ini saya tetap bangga dan selalu mengapresiasi (bukan sombong ya!)
atas pencapaian saya yang biasa-biasa saja itu. Paling tidak saya sudah berani
memulai langkah saya, langkah kedua dan
langkah-langkah selanjutnya. From zero to hero. Alhamdulillah
hasilnya lumayan untuk seseorang yang memulai semua dari nol seperti saya. Jika
diingat-ingat lagi, saya tak pernah punya pengalaman menulis sebelumnya, pun
berbicara di hadapan publlik adalah hal yang jarang saya lakukan sebelumnya, saya
selalu mengambil posisi “aman” dan “nyaman”. Hingga akhirnya saya tersadar
bahwa saya juga harus keluar dari zona nyaman tersebut. Kita bisa menjadi
apapun yang kita inginkan asalkan kita perjuangkan dengan sebaik-baik
perjuangan. Jangan pernah takut bermimpi ! Toh jika bermimpi saja kita takut,
bagaimana mewujudkannya?. Percayalah, Man Jadda Wa Jada. Laa takhaf wa laa
tahzan innallaaha ma ana.
Lantas,
bagaimana kuliah saya ? Ini adalah hal yang selalu menjadi pertanyaan banyak
orang. Satu hal yang pasti adalah semua orang menginginkan keseimbangan antar
semua bagian. Kuliah saya lancar meski dengan berbagai kesibukan yang ada.
Hanya saja harus siap dengan segala resiko-resiko yang mungkin muncul. Kita
harus paham bahwa tidak ada suatu keberhasilan yang dicapai dengan cara yang
instan. Tinggal bagaimana cara kita menghadapi semua kondisi dan kemungkinan
secara bijak.
Pada
akhirnya harus tetap kita ingat bahwa hidup itu cuma sekali. Sebanyak
dan sehebat apapun prestasi kita, bukankah sebaik-baik makhluk, sebaik-baik
manusia dan sebaik-baik hidup adalah
hidup yang bermanfaat untuk orang lain? Apalah arti prestasi jika tidak memberikan
kontribusi terhadap bangsa dan negara terlebih agama. Olehnya, ditengah
kesibukan saya sebagai mahasiswa jurusan kimia fmipa yang kata orang super
sibuk saya juga mendedikasikan diri untuk terlibat dan menjadi bagian dalam sebuah komunitas sosial bergerak
dibidang kebaharian yaitu Rumah Bahari Gemilang. Disitu pulalah
saya menghabiskan sebagian waktu saya
meski hanya untuk sekedar berbagi semangat dan harapan dengan mereka yang di
tepian pesisir sana. Pun dari sanalah juga saya belajar tentang makna nikmat
dan syukur yang sesungguhnya.
Hingga
pada akhirnya saya tegaskan bahwa prestasi terbesar saya adalah ketika saya
bisa melakukan hal yang bermanfaat bagi orang lain.
Note :
Rukmana Suharta
Malam Jum’at, 10-11-16 (Hujan-hujan
di Anak Untad Books and Cafe)