Sahabat "Ada Apanya"

Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya pasti dihadapkan pada yang namanya interaksi sosial. Dalam hal ini, kita seolah dipaksa untuk melakukan hal tersebut, mulai dari interaksi atas dasar  formalitas saja hingga memang karena ada bahasan mengenai berbagai hal yang benar-benar krusial.

Menjalin pertemanan adalah salah satu bentuk dari interaksi tersebut Berteman dekat hingga akhirnya menamakan hubungan tersebut sebagai persahabatan.

Cobalah sejenak kita menjawab pertanyaan sederhana ini, apakah selama ini kita bisa berteman baik dengan semua orang? Apakah kita bisa akrab dengan semua orang? Apakah kita bisa merasa nyaman dengan semua orang hingga menamakan diri sebagai sahabat? Saya yakin bahwa mayoritas akan menjawab “Tidak”.

Adalah hal manusiawi ketika kita memiliki kecenderungan dalam memilih lingkungan dalam pergaulan. Tidak bisa dipungkiri memang, Kita akan lebih memilih menghabiskan lebih banyak waktu bersama orang-orang yang kita nyaman berbicara dengannya, orang-orang  yang topik apapun kita bahas dengannya selalu nyambung, orang-orang yang kita bisa menjadi diri sendiri ketika bersamanya tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain, orang-orang yang dengannya mampu mebuka cakrawala berpikir kita. Singkatnya, kita akan merasa enjoy ketika berhadapan dengan lawan bicara yang menggenggam erat  visi yang sama dengan kita.  

Menemukan partner yang pas itu ibarat sebuah kutub magnet yang tarik menarik sedangkan jika dipertemukan dengan partner yang kurang cocok ibarat dua kutub magnet yang saling tolak menolak. Ada tarikan dan ada tolakan, dan semuanya terjadi begitu saja secara otodidak.
 “Bertemanlah atau bersahabatlah apa adanya”

Pada keseharian kita, tentunya tidak asing lagi dengan pernyataan tersebut. Umum, orang pada umumnya, akan memahami bahwa hal ini maksudnya adalah kita diharapkan bisa berteman dengan semua orang apapun kondisinya, menerima apapun  kekurangannya, karena sejatinya memang manusia tidak ada yang sempurna.

Sudah ter-set dengan baik di kepala banyak ornag bahwa memang kita harus seperti itu, Efeknya adalah hampir dimanapun selalu terngiang pernyataan berteman apa adanya.

Saya ingin kembali ke pertanyaan singkat tersebut diatas. Ketika kita menjawab tidak maka artinya kita belum bisa menerima seseorang sebagai sahabat “apa adanya”. Iya, harusnya ketika kita mengatakan bahwa kita menerima apa adanya harusnya kita bisa menjadi sahabat bagi setiap orang. 

Faktanya, pasti ada banyak hal yang akan kita pertimbangkan ketika kita memilih sahabat.Saya yakin akan hal tersebut.

Saya adalah seorang introvert yang menganut prinsip untuk memilih "sahabat ada apanya”, memiliki kriteria yang wajib terpenuhi  tentang orang-orang yang ingin saya jadikan sahabat. Iya, saya akan berusaha untuk mendekatkan diri dengan mereka yang senantiasa terlibat dan melibatkan diri dalam kebaikan, dengan mereka yang senantiasa berbenah dengan terus belajar untuk menjadi sebaik-baik manusia. Paling minimal adalah mereka memiliki kemauan untuk jadi lebih baik. Bukan hanya belajar untuk kesuksesan di dunia tetapi juga mempersiapkan diri untuk menggapai bahagia di akhirat kelak. 

Kesadaran akan manusia adalah makhluk yang jauh kesempurnaan darinya tetap tertanam baik dalam pemahaman saya olehnya saya pun terus belajar untuk berproses untuk menjadi lebih baik.

Ingatkah kita dengan hadits Rasulullah yang menyabdakan bahwa agama seorang teman itu bergantung pada agama temannya. Dari sini kita paham bahwa secara tidak langsung Rasulullahh telah memberikan maklumat bahwa kita diminta untuk menemukan teman yang nantinya mampu mengarahkan kita pada kebaikan.

Pun ingatkah kita akan sebuah pepatah yang mengatakan bahwa barang siapa yang berteman dengan pandai besi pasti akan kecipratan api dan barang siapa yang berteman dengan seorang penjual minyak wangi pastilah Ia akan kecipratan percikan wanginya.

Bukan hanya itu, ketika kita memiliki ketertarikan terhadap suatu bidang maka pastilah kita akan lebih dekat dengan orang-orang yang memiliki kesamaan minat dengan kita. Maka, ketika kita masih mempertimbangkan hal-hal seperti visi artinya kita masih berteman bukan “apa adanya” tetapi “ada apanya”.

Sayangnya, selama ini, telah mengakar dalam pikiran kita bahwa berteman ada apanya hanya melulu tentang ada harta yang bisa kita kecipratan manis-manisnya, popularitas yang kita bisa numpang eksis dan tenar, jabatan tinggi yang dengannya akan mempermudah kita untuk menuntaskan urusan kita, kepintarannya yang dengannya kita akan mudah mengerjakan PR dan mendapat nilai yang baik sehingga kita akan dengan mudah menjadi yang terbaik di kelas. Pokoknya citra negatif-lah yang selalu terbangun tentang pernyataan tersebut.

Dengan lingkup pertemanan yang lainnya, apakah saya menarik diri dan tidak berinteraksi dengan mereka? Jawabannya tentu tidak. Saya tidak menarik diri dari sana tapi saya hanya akan membatasi diri dengan tidak berdiam diri. Mencoba memberikan pemahaman dengan model yang berbeda adalah hal yang terus dilakukan sembari terus melangitkan doa semoga Allah segera dan selalu ridho untuk menuntun kita pada jalan-Nya, jalan kebenaran, dan mengistiqamahkan kita di dalamnya.

Memang  tidak ada manusia yang sempurna. Olehnya, kita membutuhkan sahabat ada apanya  bukan apa adanya untuk sama-sama mencari keberkahan di dunia dan kesuksesan, meraih Jannah-Nya, di akhirat kelak.

Jangan sampai salah pilih sahabat !

0 comments

It's nice to see you !