Pendidikan Indonesia vs. Amerika


Pertama-tama marilah kita mengenal kedua Negara ini yaitu Amerika Serikat dan Indonesia. Amerika Serikat atau yang biasa dikenal juga sebagai United States of America. Merupakan suatu Negara yang memiliki sistem pemerintahan federal dan merupakan asal sistem pemerintahan presidensial. Salah satu negara super-power di dunia yang merupakan salah satu dari negara termaju di dunia. Hampir superior dalam segala bidang, yang paling mencolok adalah pertahanan, teknologi, dan ekonomi. Selain itu, juga merupakan pembuat masalah terbesar di dunia setelah Russia.
Indonesia. Indonesia biasanya dikenal juga sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara dengan 17,000 pulau dengan sistem pemerintahan presidensial dengan berlandaskan Pancasila. Negara kepulauan besar yang berada di antara 2 benua (Asia dan Amerika) dan 2 samudra (Hindia dan Pasifik). Salah satu negara transit perdagangan100 yang cukup ramai. Memiliki hubungan yang cukup buruk dengan Malaysia dan merupakan salah satu negara paling konsumtif dan korup di dunia.
Setelah melihat secara sekilas kedua negara tersebut dimana Amerika tergolong Negara maju sedangkan Indonesia adalah Negara yang masih termasuk dalam ketegori Negara berkembang, maka akan terdapat jutaan perbedaan antar penduduknya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa perbedaan yang paling menonjol antar kedua Negara tersebut jika ditinjau dari aspek edukasi (pendidikan) dan Sosial budaya.

PENDIDIKAN DI AMERIKA DAN INDONESIA
Pendidikan publik Amerika dioperasikan oleh negara dan pemerintah daerah, yang diatur oleh Amerika Serikat Departemen Pendidikan melalui pembatasan dana federal. Anak-anak diwajibkan di kebanyakan negara untuk menghadiri sekolah dari usia enam atau tujuh (umumnya, taman kanak-kanak atau kelas pertama) sampai mereka berumur delapan belas (umumnya membawa mereka melalui kelas dua belas, akhir SMU); beberapa Negara bagian memungkinkan siswa untuk meninggalkan sekolah pada usia enam belas atau tujuh belas. Sekitar 12% dari anak-anak yang terdaftar di nonsectarian paroki atau sekolah swasta. Hanya sekitar 2% dari anak-anak yang belajar di rumah. Amerika Serikat memiliki banyak lembaga-lembaga swasta dan publik pendidikan tinggi yang kompetitif, serta masyarakat lokal masuk perguruan tinggi dengan kebijakan terbuka. Dari jumlah penduduk Amerika yang berumur diatas dua puluh lima tahun, sekitar 84,6% lulus dari sekolah menengah umum, 52,6% dari mereka masuk ke beberapa perguruan tinggi, dan sekitar 27,2% memperoleh gelar sarjana, dan 9,6% memperoleh gelar sarjana muda. Hampir seluruh rakyat amerika tidak ada yang buta huruf mencapai sekitar 99% dari total keseluruhan. Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan Amerika Serikat sebuah indeks Pendidikan 0,97, yang berada pada peringkat 12 di dunia
Di Indonesia jika berbicara tentang pendidikan tidak akan terlepas dari kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat terlepas dari kurikulum yang sedang berlaku saat itu. Kurikulum merupakan salah satu hal yang cukup vital bagi dunia pendidikan. Sejak Indonesia merdeka, kurikulum yang ada di Indonesia telah mengalami perubahan beberapa kali. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut dimaksudkan untuk membuat sistem pendidikan di Indonesia semakin membaik. Akan tetapi hingga kini perubahan-perubahan itu belum membuahkan hasil yang maksimal hasilnya dibuktikan dengan masih banyaknya warga Indonesia yang mengalami buta huruf.
Amerika sangat mendukung pengetahuan pendidikan. mereka tidak peduli apakah mereka mendapatkan nilai nilai yang rendah itu tidak masalah bagi mereka, dan mereka lebih peduli dengan pengetahuan tentang nilai baik atau buruk. penelitian mereka membuat kontak dengan para guru, dosen atau profesor dosen. guru dapat membangun hubungan dengan siswa di luar kelas, tapi di kelas mereka memiliki pendapat. sedangkan pendidikan di Indonesia sangat berbeda dengan pendidikan di Amerika. jika mereka mendapatkan nilai yang baik dari pengetahuan siswa. Di Indonesia satu adalah kecurangan pada tes, Indonesia hanya menjiplak karya tulis.
Jadi Sebenarnya, tingkat kemampuan murid Asia (Eastern European) dari level 1 sampai 12, jauh diatas kemampuan murid Amerika karena pendidikan di AS saat lebih ini ditujukan untuk menciptakan lulusan yang kemampuan intelektualnya tidak dapat digantikan oleh mesin. Para lulusan di AS diharapkan hanya akan menjadi pencetak ide-ide kreatif, peneliti, dan penganalisa. Mereka menjual segala karyanya sebagai kerja kreatif yang sungguh mahal harganya, Sementara di negara-negara berkembang seperti Indonesia, kita masih melakukan pekerjaan-pekerjaan rutin, baik yang kita lakukan dengan tangan sendiri maupun mesin-mesin produksi, karena pendidikan kita memang mengarahkan demikian. Kita hanya membeli dan memakai dari mereka.

Pemilihan lembaga pendidikan
Jika orang Indonesai dihadapkan pada pertanyan pilihan untuk memilih lembaga pendidikan negeri atau lembaga pendidikan swasta, pasti mereka akan langsung menjawab “jelas pilih yang negeri!”. Di Indonesia, sekolah swasta umumnya tidak terlalu terkenal, kecuali jika memang punya nama besar seperti Bali International School atau sejenisnya yang memiliki prestasi tingkat tinggi. Umumnya orang Indonesia lebih memilih sekolah negeri karena biaya lebih murah. Begitu juga dengan orang Amerika. Sekolah negeri atau public schools di sana memang dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah negara bagian yang bersangkutan. Namun, ketika menyangkut kualitas, umumnya sekolah swasta di Indonesia memiliki sedikit masalah dengan kualitas. Persepsi bahwa sekolah swasta memiliki mutu yang kurang daripada sekolah negeri menyebabkan sekolah negeri kebanjiran peminat. Lain halnya dengan di Amerika. Meskipun biayanya lebih mahal, sekolah swasta dilirik oleh orang mampu karena sekolah swasta atau private schools umumnya memiliki image borjuis dan elite. Soal mutu, mungkin ada perbedaan sedikit, tapi tidak terlalu signifikan.

Mendahulukan praktek daripada teori
Sistem pendidikan di Indonesia terlalu menekankan pada teori. Semuanya berdasarkan teori. Memang di sekolah telah di fasilitasi laboratorium, namun jarang digunakan. Siswa-siswa SD diajarkan materi yang jauh melebihi kemampuan nalarnya. Secara akademis, ini dapat dikategorikan baik. Namun, begitu disuruh melakukan praktek, mereka kelabakan.
Seperti sebuah adegan dari film garapan India yang berjudul “3 Idiots”, dalam film ini diceritakan bahwa hanya Rancho yang mempraktekkan air garam sebagai elektrolit dengan cara menyetrum seniornya yang kencing di depan pintunya dengan sebuah sendok. Semua orang tahu kalau air garam adalah elektrolit, tapi tidak semua orang bisa mempraktekkan kegunaannya.
Berbeda dengan orang Amerika. Orang Amerika cenderung memiliki memiliki rasa ingin tahu dan sikap ilmiah yang cukup tinggi. Sistem pendidikan berbasis pada learning by doing atau “belajar dengan cara melakukan”. Jika anda berkunjung ke sekolah Amerika, biasanya pada pelajaran sains, laoratorium pasti ramai. Selain itu, di beberapa sekolah, terdapat kewajiban kerja amal. Ini melatih soft skill siswa untuk hidup di masyarakat. Sebagai perbandingan, dalam kurikulum Amerika tidak dikenal adanya “Pendidikan Agama” ataupun “Budi Pekerti” atau “Pendidikan Anti-Korupsi”. Tapi apakah itu berarti mereka tidak punya moral dan akhlak? Tidak!. Di Indonesia, kita hanya mempelajari teori Budi Pekerti, untuk implementasinya dalam kehidupan sehari-hari masih sangat jarang ditemukan, meski sebenarnya ada tapi jumlahnya masih sedikit, sedangkan orang Amerika sudah belajar etika dari masyarakat sejak kecil.

Pilihan tak hanya satu
Sistem pendidikan Indonesia memiliki ciri khas, yaitu sistem penjurusan sejak SMA yaitu IPA dan IPS dan saat ini mengalami penambahan beberapa jurusan seperti jurusan bahasa dan teknik. Dan celakanya, pamor IPA jurusan biasanya dikenal lebih baik daripada IPS. Hal ini membuat seolah-olah jalan hidup dibagi menjadi 2, yaitu antara ingin menjadi orang yang berfokus pada jurusan IPA atau IPS. Tetapi tetap saja, sistem pendidikan Indonesia tidak menghargai siswa itu sendiri karena sistem ini. Siswa adalah sebuah wildcard, seorang Novice yang belum memperoleh Job dan mengalokasikan Skill Point. Dengan adanya penjurusan, maka sekolah mematikan hak siswa untuk memilih apa yang disenangi. Di Amerika, siswa diberi kebebasan memilih mata pelajaran apapun yang ia sukai. Selain menyenangkan, sistem itu membuatnya lebih cepat mengenali kemampuannya sendiri.

Bertanya akan lebih baik
Siswa Indonesia cenderung lebih malu bertanya kepada gurunya saat menemui kesulitan di kelas. Karenanya, gurunya harus mempersiapkan bahan ajar lebih banyak. Sebenarnya, sifat ini sudah biasa di Indonesia. Orang Indonesia memiliki harga diri yang cukup tinggi. Dan mereka tidak mau harga diri itu menurun hanya karena bertanya kepada guru saat temannya sudah mengerti semua. Mereka takut diberikan cap “bodoh, lamban, dungu” oleh teman-temannya, meski tidak secara eksplisit. Karena itulah, kebanyakan siswa Indonesia enggan bertanya pada gurunya saat pelajaran. Mereka lebih memilih menemui guru tersebut di luar jam pelajaran sendirian.
Berbeda dengan siswa Indonesia, siswa Amerika jauh lebih aktif dibandingkan siswa Indonesia. Dalam pelajarannya, guru selalu menyempatkan sebuah sesi tanya jawab seusai menjelaskan materi. Dan siswa selalu bertanya apapun yang tidak ia mengerti. Hal ini bagus karena menambah komunikasi antara guru dan siswa, menambah pengetahuan mereka, dan melatih kepercayaan diri dan keaktifan siswa. Perbedaan yang jelas terlihat di sini adalah perbedaan rasa ingin tahu siswa. Siswa Indonesia cenderung merasa cukup apabila sudah menguasai isi suatu bab dengan baik. Di luar itu, tidak akan berguna, karena tidak akan keluar dalam Ujian Nasional. Jadi, ia merasa cukup hanya mengetahui yang ada di buku saja. Siswa Amerika, di pihak lain, sangat penasaran dengan macam-macam. Hal ini mendorongnya bereksplorasi lebih jauh daripada di buku. Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, mereka rajin mengunjungi perpustakaan dan lebih sering bertanya pada gurunya. Ini merupakan salah sati factor mengapa Amerika temasuk dari sekian Negara maju.
Bangsa Asia menganggap bahwa orang yang banyak bertanya adalah orang yang bodoh. Sementara orang Amerika menganggap bahwa orang yang banyak bertanya merupakan orang yang memiliki curious yang tinggi. Orang yang memiliki curious yang tinggi adalah orang yang eksploratif, creative, dan inovatif.

0 comments

It's nice to see you !