(TULISAN INI BELUM KELAR, MASIH BUTUH PERBAIKAN)
Aku dan beberapa teman mencoba untuk melakukan sedikit pergerakan disini, beberapa hari sejak bencana Gempa Bumi, Tsunami dan Liquifaksi di Palu itu, dengan menjadi mediator bagi orang-orang terdekat untuk berdonasi lewat kami. Rupanya kami mendapat respons baik Ya. Banyak yang akhirnya memilih percaya pada mini tim kami itu. Alhamdulillah.. Niat ini bersambut baik.
Menyusul, kemudian, sebuah tawaran dari Kak Tofan, relawan dari komunitas Rumah Bahari Gemilang, yang waktu itu sedang mengusung sebuah posko kolaborasi antara beberapa LSMyang ada di daerah Sulawesi sehingga membuka beberapa posko di kota Luwuk, Makassar dan Palu sendiri. Maka beliaupun mengusulkan untuk membuka posko disini, Kampung Inggris Pare.
Sebelum deal, ku pilih mendiskusikan dulu tawaran tersebut dengan beberapa kawan-kawan yang ada di Pare, tim kami, karena I'm the only woman not wonderwoman.
Hasilnya keren. Tak butuh banyak penjelasan rupanya untuk membuat mereka menyetujui hal tersebut.
Memang agak kesulitan untuk menentukan waktu yang membuat kami yang ada di Pare ini terkumpul dengan lengkap. Keberadaan kami disini yang memang untuk sebuah misi, yaitu belajar, adalah hal yang cukup menjadi penjeda. Kami cukup kesulitan untuk hal itu, hingga akhirnya kami menemukan satu waktu yang pas untuk bertatap muka secara langsung. Pertemuan ini membuahkan keputusan yang diantaranya adalah mengadakan penggalangan dana di beberapa titik yang ada di Pare. Diantara titik tersebut adalah di daerah lampu merah perempatan jalan menuju Malang.
Di perempatan di dekat kantor polisi itulah kami memusatkan aksi keesokannya sebelum berpindah tempat di sore harinya.
Lagi, selalu saja , beragam peristiwa hari itu kembali menguatkan keyakinanku akan kekuatan niat dalam melakukan sesuatu. Hari ini, dipertemukan dengan seorang Ibu penjual buah yang akhirnya memberikan kami 2 sisir pisang dagangannya sembari berpesan "Ntar jangan sampai lupa makan ya! Ini pisangnya semoga bisa jadi pengganjal perut" membuatku kagum. Ku tatap wajah sang Ibu dengan tatapan penuh terima kasih. Disaat banyak orang yang menyertakan tatapan sinis namun ini berbalik, ku dapati sinar mata yang membiaskan keikhlasan, begitu kuat. Pun sempat sang Ibu memelukku ketika kukatakan "Saya dari Palu Bu". Rasanya pengen nangis, tapi malu juga, terlebih terhadap teman-temanku yang berdiri sekitar 2 meter dari kami. "Aahhh mulianya hatimu Bu", gumamku dalam hati. Semoga Allah memudahkan segala urusannya di dunia dan akhirat.
*****
Adzan maghrib berkumandang kini. Kami akhiri aksi di spot yang kedua, Area Patung Garuda Pare, yang hampir batal karena beberapa kawan yang tetiba berhalangan hadir. Aku pamit pulang dengan membawa sejumlah dana hasil donasi yang terkumpul sore itu. Kawan-kawan pun turut bergegas ke campnya masing-masing. Memang tidak seberapa yang kami bisa dapatkan namun semoga bisa memberi manfaat untuk mereka yang ada di Palu.
Di waktu yang sama, terus ku terima pesan bernada sama, yang menanyakan "Miss, saya mau donasi ini itu. Apa bisa lewat Miss?". Tentu saja, ku iyakan semuanya. Melihatku seperti itu, salah satu kawan selalu menanyakan kepadaku "Gimana distribusinya nanti Na ? Kita belum punya akses untuk itu. Lagipula, kalaupun kita harus gunakan ekspedisi kita masih kekurangan dana". Mendapatkan pertanyaan hal seperti itu adalah hal wajar menurutku, bagi kami yang merupakan pendatang baru di daerah ini. Ku yakinkan bahwa insyaAllah semua punya solusi, jangan panik. Mencoba, Aku meyakinkan meski sebenarnya dalam hati juga was-was sembari terus memikirkan solusi apa yang harus dilakukan.
Kepanikan pun bertambah ketika semakin banyak orang yang ingin berdonasi. Ekspedisi pengiriman barang ke Palu pun belum ada. Paling-paling harus lewat Makassar dan itupun membutuhkan pengawalan yang ketat agar tak terjerat dalam penjarahan (meski ini gak harus disalahkan karena wajarlah bagi orang yang ingin survive di kondisi terancam). Siapa yang harus ngawal. Memang sih ada beberapa yang ingin mengawal. Tapi, semuanya masih butuh persiapan yang lebih.
Panik memang.. Namun, satu hal yang harus dilakukan di tengah kondisi tersebut adalah menjaga ritme dengan tidak terlalu ditampakkan ke semua orang karena saya percaya, percaya atau tidak bahwa hal-hal seperti itu bisa menular. Jika semuanya panik maka hal itu membuat banyak hal jadi blunder. Jadi, kuncinya adalah calm.
*****
Ku dapati info yang beredar tentang pengiriman barang gratis via Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya beberapa hari kemudian. Langsung saja, ku hubungi kontak yang ada untuk memastikan kebenaran info tersebut, untuk keperluan validasi pasalnya waktu itu hoax sungguh tak terbendung. Yap. Solusinya dapat. Barang-barangnya bisa dikirim lewat Surabaya.
Kami mulai beikhtiar mencari transportasi yang akan membawa barang-barang dari Pare ke Pelabuhan. Ditengah pencarian, seorang kawan dari Untad yang kebetulan asli Blitar menghubungiku dan hendak membawa sejumlah donasi dari sekolahnya dengan jumlah yang cukup banyak. Barangnya hanya bisa diangkut menggunakan truk menuju Pare. Setelah beberapa perbincangan akhirnya kami sepakat agar barang tersebut langsung diantar menuju pelabuhan Surabaya agar tak begitu menumpuk di posko mengingat posko kami yang merupakan sebuah lembaga kursusan yang kebetulan tempatku belajar sambil mengajar.
*****
Tepat tanggal 08 Oktober 2018. Okeh. Gak ada solusi lain. Aku tak punya pilihan lain selain harus ikut ke Surabaya bersama barang-barang donasi karena sejak awal semua komunikasi bersama petugas di Pelabuhan Tanjung Perak terpusat kesaya. Mendadak, saya harus menutup kelas Writing sore itu, menghubungi tutor untuk meminta izin dan mencari penggantiku di kelas di malamnya. Dalam waktu sekitar 40 menit, semua cleared.
Sesaat kemudian, kami sudah siap di mobil truk warna merah yang sudah kami pasang spanduk bertuliskan Posko Kolaborasi Palu Bangkit untuk menghindari cegatan dari polisi di Jalanan. Akhirnya, kami berenam siap berperjalanan menuju Surabaya. Kami bertiga, saya, Ulfi dan Andes, adik Ulfi, terpaksa duduk bersempit-sempitan di depan bersama Pak Supir sementara 2 kawan lainnya, Kak Pranda dan Kak Faldi, harus di belakang bersama tumpukan barang.
*****
Rasanya masih sulit percaya kala itu. Semuanya terjadi di luar perencanaan. Hingga sekitar 1 jam perjalanan ku coba untuk mnengkonfirmasi kembali kontak yang aku berkomunikasi dengannya. No Answer adalah jawaban yang kudapati, dan masih, hingga lebih 10 kali ku hubungi nomor yang berbeda.
Mendadak aku jadi panik ketika di panggilan yang sekitar 15 kalinya, diangkat dan dikatakan bahwa kapalnya kemungkinan sudah penuh ketika ku katakan bahwa kami membawa donasi melalui truk. Ohh.. tidak.. Untungnya, sang bapak membuatku optimis dengan perkataan bahwa "InshaAllah akan tetap kami usahakan bagaimanapun caranya". Meski begitu tetap saja gak bisa tenang karena sang Bapak sedang tidak bertugas waktu itu, karena waktu sudah cukup malam. "Semuanya akan baik-baik saja. tetap tenang !", batinku untuk menenangkan diri sementara pikiranku masih melayang ke kelas yang harus ku handle besoknya, yang baru saja tutorku membrifingku di siang hari tadi. Semuanya menjadi satu. Belum lagi mengingat kelas yang akan ku handle ini adalah kelas level 3. Ya Allah.
*****
Akhirnya kami sampai di Pelabuhan tujuan sekitar jam setengah 9 malam setelah sempat mampir di sebuah warung makan (lupa daerah mana) bersama Pak Supir yang sudah berbaik hati membayar menu makan malam kami kala itu. Kami pun sempat singgah di sebuah pos polisi untuk memastikan alamat yang kami tuju namun sayang, pak polisinya gak ada. Hingga akhirnya kami mendapat arahan dari dua orang laki-laki yang sedang duduk di warung pinggiran.
Aku baru merasa tenang ketika melihat petugas yang langsung menyambut dan membantu menurunkan barang untuk diarahkan ke posko yang ada di Pelabuhan. Alhamdulillah.. Semoga bantuan tersebut bisa tersalurkan kepada orang yang tepat.
Setelahnya tak berlama-lama, tidak cukup 1 jam kami di pelabuhan, kini perjalanan kembali ke Pare dan Blitar di mulai oleh Pak Supir, lagi. Kali ini ku putuskan bersama 2 orang kawan untuk naik di bagian belakang. Harapannya bisa berebah dengan leluasa.
Waktu itu, sempat ku catat di note hape, sekitar 9.40 p.m WIB, perjalanan menuju Pare itu dimulai dan sempat singgah beberapa waktu di sebuah SPBU (lagi-lagi saya gak sempat nyari tahu apa nama SPBUnya) untuk istirahat sejenak sekalian melaksanakan sholat isya.
Sesaat setelah mobil kembali berjalan. Terlihat dari wajah-wajah mereka, teman-temanku, yang sesekali disinari lampu jalan yang remang-remang, mereka nampak kelelahan, pun aku. Namun, ku pilih untuk masih terpaku pada langit malam itu. Menyusuri cakrawala, dengan kacamata yang cukup berdebu, sembari berburu satu bintang yang hanya satu malam itu. Mereka kini sudah lelap dengan mimpinya setelah tersenyum sesaat ketika ku katakan "Iya di langit bintangnya cuma satu karena biantang lainnya disini, di truk ini".
Aku kembali berebah meski goncangan karena jalanan tak rata kadang tak terduga.Aah.. Bersyukur karena itu bukanlah goncangan gempa 7.7 SR seperti yang terjadi 2 minggu lalu di Palu.
Semangat Palu Bangkit
****
Itu adalah sedikit cerita saya dan beberapa kawan yang ada di Pare yang ingin membantu saudara kami di Palu disamping terus melangitkan doa-doa dan harapan untuk kebaikan dan keselamatan saudara-saudara kita, mereka, kita, di dunia dan di akhirat.
Sebenarnya, point penting yang ingin saya sampaikan dibalik cerita ini ada beberapa hal, yaitu :
Pertama, merealisasikan sebuah niatan baik itu tidak semudah membalikkan telapak tangan terlebih tim. Dibutuhkan kemampuan manajemen yang baik. Iya saja, akan sangat beruntung jika kita langsung dipertemukan dengan orang yang memiliki ritme yang sama dengan kita sehingga ketika mendapatkan sebuah problem didalamnya maka akan mudah untuk kita berkoordinasi, saling berdiskusi dari hati ke hati merumuskan solusi. Bukan pada akhirnya menghilang tanpa kabar dan konfirmasi dengan berbagai macam dalih. Hal ini adalah hal yang biasa kita temui sebenarnya. Tapi, kita tidak bisa juga menyalahkan orang lain juga. Maka, berprasangka baik adalah solusi ampuhnya. Pun, ketika kita memutuskan untuk membentuk sebuah tim, maka hal penting yang harus kita tanamkan dalam diri adalah rasa memiliki dan tanggung jawab bukan karena ada si A dan si B. Jangan menggantungkan harapan kepada orang lain. Pikirkan bahwa jika bukan kita siapa lagi ?!.
Kedua, jenuh dalam aktivitas pun adalah sebuah kewajaran. Jika kita jenuh, maka rehatkan diri kita. Hal itu manusiawi kok. Tapi ingat, jangan sampai menginfeksi orang lain dengan kejenuhan yang kita miliki karena efeknya gak baik. Kenali dan pelajari how to solve your own problem.
Ketiga, berhenti mengatakan "Saya sibuk" sebagai alasan untuk tidak terlibat dalam tim dengan berbagai hal yang sudah disepati bersama. Saya sibuk adalah sebuah pernyataan yang sangat tidak bertanggung jawab. Sebaiknya, jelaskan dengan detail dan dengan cara yang mudah diterima. Yakinlah selalu bahwa jika kita sampaikan alasan yang rasional maka tim kita pasti akan memahaminya. Jika berbicara kesibukan, pastilah setiap orang di dunia ini punya kesibukannya masing-masing. Lantas bedanya apa? Ya bedanya hanya pada redaksi kata saja. Namun, percaya atau tidak, pemilihan kata dalam berucap itu memiliki efek yang sangat berbeda.
Keempat, tak usah khawatir atas jumlah bantuan yang kita beri kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan. Pertanyaannya adalah "ikhlaskah kita?", kalau sudah ikhlas maka semua aman.
Kelima, jangan ragu untuk berbuat kebaikan karna ada jaminan dari Allah. Allah sudah menjamin dalam Al-Quran Surah Ar-Rahman ayat 60. Tetap tenang, asalkan niat kita lillaah maka Allah pasti memudahkan semuanya.
Maka, semoga kita termasuk dalam lingkaran orang-orang yang terus memaksa diri selalu belajar lebih baik. Ingat, niatkanlah untuk menuntaskan segala rencana, segala apa yang sudah dimulai, hingga tuntas setuntasnya. Jangan biarkan rencana itu menggantung, hanya wacana. Wujudkanlah niat baik itu !
Semangat !!!
Palu Bangkit !!!